Saumlaki, ambontoday.com -Sesali pernyataan saudara Thomas Weriratan yang mengaku sebagai orang tua salah satu mahasiswa di STKIPS yang telah merugikan dan mencemarkan nama baik STKIPS. Civitas akademika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saumlaki angkat bicara.
Setelah mengecek semua data mahasiswa di STKIPS ternyata tidak ada satupun mahasiswa yang nama belakang atau fam-nya Weriratan. Selain itu bagi kami semua pernyataan saudara Thomas Weriratan dalam media online Saburomedia.com merupakan perbuatan tidak menyenangkan dengan menyebarkan berita bohong (HOAX) yang menyebabkan percemaran nama baik terhadap citra lembaga STKIPS yang sangat berdapak buruk bagi perkembangan lembaga STKIPS ke depan.

Kepada ambontoday.com, Kamis, (20/02/2020) Oliver Srue Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saumlaki (STKIPS) lewat pers relisnya, Terkait pemberitaan di media online SABUROMEDIA.COM pada tanggal 17 Februari 2020 dengan judul berita MAHASISWA STKIPS KKT KELUHKAN BIAYA KULIAH MAHAL, (
STKIPS yang bernaung dibawah YAYASAN PENDIDIKAN TINGGI RUMPUN LELEMUKU SAUMLAKI (YPT-RLS) merasa sangat dirugikan, karena telah mencemarkan nama baik lembaga STKIPS dan dengan telah menyebarkan berita bohong (HOAX) bagi masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Srue membantah pernyataan dari saudara Thomas Weriratan dalam berita tersebut dengan alasan, Weriratan mengaku bahwa sangat kecewa dengan perilaku pihak kampus yang sewenang-wenang manaikan biaya SPP. “Bagi kami pernyataan ini sangat tidak berdasar dan hanya merupakan sebuah tindakan penyebaran berita bohong (HOAX) yang sangat merugikan nama baik lembaga STKIPS, mengingat kami tidak pernah menaikan biaya SPP secara sewenang-wewenang, semenjak ditetapkan PERATURAN YAYASAN PENDIDIKAN TINGGI RUMPUN LELEMUKU NOMOR 01 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PADA STIESA, STIAS dan STKIPS” tegas Srue

Beliau juga menyinggung pernyataan Saudara Weriratan mengatakan bahwa ada aksi pungli yang dilakukan oleh dosen mata kuliah. Bagi kami pernyataan ini juga sangat tidak berdasar dan sangat mengada-ada. Sehingga kami meminta agar Saudara Thomas Weriratan bisa membuktikannya, karena bagi kami praktek tersebut tidak pernah dilakukan dan tidak pernah ditemukan dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi di lembaga STKIPS.

Saudara Thomas Weriratan mengatakan bahwa karena perilaku kampus yang sewenang-wenang manaikan biaya SPP sehingga kami orang tua hampir-hampir tidak bisa bernapas saat pembayaran uang semester tiba. Bagi kami pernyataan ini dinilai sangat subjektif dan sangat tidak berdasar juga karena dalam tiga tahun terakhir lembaga STKIPS mengalami peningkatan jumlah mahasiswa dan mahasiswi yang memilih bergabung dan menempuh pendidikan di STKIPS.

Selama tiga tahun terakhir kamipun tidak pernah menerima satupun keluhan dari orang tua mahasiswa dan mahasiswi kami tentang biaya perkuliahan di STKIPS, Weriratan juga menyinggung kualitas tenaga pengajar juga patut dipertanyakan sebab seorang Magister Hukum dan Magister Theologia mengajar mata pelajaran bahasa Inggris. Kami mengakui bahwa memang ada satu dosen Magister Hukum dan satu Dosen Magister Theologia yang mengajar Mata Kuliah pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggri, tetapi bagi kami tidak menjadi persoalan karena ada beberapa alasan mendasar yakni, Dosen yang linier keilmuannya dengan jurusan Bahasa Inggris masih kurang sehingga ada beberapa dosen yang sementara distudikan untuk menutupi kekurangan kwota dosen tersebut dan dalam tahun ini mereka telah menyelesaikan studi Program magister mereka di Jurusan Bahasa Inggris.

Dosen yang tidak linier ilmunya dengan Jurusan Bahasa Inggris tetapi bagi kami kualitas mereka dalam berbahasa Inggris tidak bisa diragukan karena walaupun disiplin ilmu mereka berbeda tetapi kualitas berbahasa Inggris mereka juga sangat mumpuni. Merekapun semuanya telah memilik Nomor Indik Dosen Nasional (NIDN) yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai Dosen Nasional.

Pada setiap awal semester, kami selalu melaporkan pada Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) setiap dosen yang mengampuh mata kuliah baik di Jurusan Bahasa Inggris maupun Jurusan Matematika dan kami tidak pernah mendapat teguran dari Kementerian atau LLDIKTI Wilayah XII, Maluku dan Maluku Utara.

“Terkait pernyataan merasa penipuan, Bagi kami Lembaga STKIPS tidak pernah menipu dan mempermainkan siapapun karena lembaga kami legal dan terakreditasi serta pelaporan riwayat aktifitas perkuliahan selalu dilaporkan pada Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT), pertanyaanya anda merasa tertipu dan dipermainkan dalam hal apa?” jelas Srue

Weriratan menyinggung sosialisasi penerimaan mahasiswa baru akan diberikan beasiswa, program beasiswa itu ada, diantaranya beasiswa Bidikmisi, beasiswa PPA, beasiswa INPEX, dan lain sebagainya, namun untuk mendapatkan salah satu dari beasiswa tersebut harus melalui seleksi yang sangat ketat dengan beberapa kriteria.

“Jadi bagi kami semua mahasiswa dan mahasiswi dari manapun yang telah bergabung dengan STKIPS memiliki hak dan peluang yang sama untuk bisa mendapat beasiswa-beasiswa tersebut, asal memenuhi kriteria yang telah ditentukan. kami selalu evaluasi terhadap semua mahasiswa dan mahasiswi penerima beasiswa dan selalu melakukan pergantian jika berdasarkan hasil evaluasi mahasiswa dan mahasiswi tersebut sudah tidak memenuhi kriteria yang ditentukan dalam semester berjalan” pungkasnya

Terkait dengan minimnya mahasiswa dalam proses perkuliahan, ini pembohongan publik dan penyebaran berita bohong (HOAX) yang sangat merusak nama baik dan citra lembaga STKIPS, karena kenyataanya sekarang ini pada semester genap 2020 dari semester 2,4,6 dan 8 terdapat 20 orang mahasiswa dan mahasiswi yang masih melakukan aktifitas perkuliahan di Kampus Lelemuku pada Lembaga STKIPS.

Srue menambahkan, kami baru saja melaporkan Saudara Thomas Weriratan ke Polres Maluku Tenggara Barat, karena diduga telah menyebarkan berita bohong (HOAX) ke publik, serta kami juga laporkan Kontributor Biro Saumlaki-KKT pada SABUROMEDIA.COM di Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Dewan Redaksi SABUROMEDIA.COM yang sudah melanggar kode Etik Wartawan Indonesia tentang pemberitaan karena tidak pernah mengkonfirmasi isi berita tersebut kepada kami lembaga STKIPS sebelum dimuat, Sehingga bagi kami, mereka telah turut melakukan perbuatan tidak menyenangkan dengan memuat dan menyebarkan berita bohong (HOAX) yang sangat merugikan nama baik dan citra lembaga STKIPS. (AT/redaksi)

Print Friendly, PDF & Email
Spread the love