Saumlaki, ambontoday.com – Menyikapi pembritaan dimedia terkait dengan pemberhentian Richard Kopong sebagai tenaga pengajar (dosen-red) STKIPS oleh ketua Olivier Srue, membuat geram seluruh Civitas kampus Lelemuku, yang merasa pimpinan mereka dilecehkan, bahkan disampaikan bahwa langka pemberhentian itu sangat menyalahi aturan, ini mesti diketahui dan dipahami oleh masyarakat.
“Saya kagum dan bangga ya, dengan gelar yang kini disandang oleh pa Kopong, namun semestinya harus menjadi teladan dan mampu menempatkan diri ketika berkomentar dimedia, mengingat kedudukan dan jabatan sebagai seorang akademisi itu bukanlah diukur dari seberapa tinggi gelar, namun sudahkah kita memenuhi syarat sebagai seorang akademisi dalam artian sebagai seorang dosen,” ujar Joseph Batkunde Akademisi kampus Lelemuku Saumlaki asal desa Manglusi Kecamatan Nirunmas itu.
Batkunde, dalam rilis yang diterima media ini, Minggu, (15/5) untuk menjadi Dosen ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yakni Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) merupakan salah satu persyaratan.
Selain itu harus memiliki kepangkatan akademik Kedua persyaratan tersebut sama sekali belum dipenuhi oleh Richard Kopong itu artinya ada dugaan bahwa yang bersangkutan melakukan pembohongan publik dengan menyebutkan dirinya sebagai seorang Dosen, padahal jelas bahwa dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 pasal 45 Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dikatakan juga, Status Richard Kopong di YPT-RLS hanya sebagai Dosen Honorer dan sampai saat ini masih berada dalam tahap evaluasi dan pemantauan Pimpinan YPT-RLS, Namun dirinya berlaga seolah-oleh telah menjadi Dosen Tetap YPT-RLS bahkan dalam melaksanakan tugas terkait dharma pendidikan/Pengajaran, yang bersangkutan pernah diberhentikan oleh Ketua STKIPS dengan Nomor: SK- 005/STKIPS/03-2021 sebagai dosen mata kuliah karena tidak professional dalam melaksanakan dharma tersebut.
Lanjutnya, hal ini menunjukan bahwa memiliki kualifikasi doktor bukanlah satu-satunya persyaratan mutlak untuk menjadi Dosen. Hal ini menunjukan bahwa semua yang dituduhkan dalam berita yang telah dilansir oleh media online di Tanimbar bersifat abstrak dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Saya pribadi bingung dan sangat tersinggung denga tuduhan Kopong bahwa Ketua STKIPS Olivier Srue merasa tersaingi dengan dirinya, ini justru merupakan tuduhan yang tidak cocok disematkan untuk Ketua STKIPS dan seluruh Sivitas Akademika STKIPS karena menghina simbol lembaga. Perlu juga saya sampaikan bahwa justru Ketua STKIPS yang mengusulkan kepada Pimpinan YPT-RLS untuk menstudi lanjutkan Richard Kopong, apakah itu bagian dari merasa tersaingi, seharusnya kopaong harus berterima kasih dan bertindak profesional sebagai orang yang berpendidikan tinggi,” ungkap jebolan Magister UNPATTI itu.
Richard Kopong harusnya tahu berterima kasih kepada ketua STKIPS yang sudah dicemarkan nama baiknya maupun simbol lembaga STKIPS.(AT/Team)