Ambontoday.com, Ambon.- Pemberitaan sejumlah media lokal di Ambon yang akhir-akhir ini menulis terkait persoalan di negeri Urimessing antara Pemerintah Negeri dan Saniri Negeri Urimessing melawan keluarga Alfons cukup santer. Ini terkait dengan klaim sebagai anak asli (anak adat) dan kepemilikan Tanah Dati di Urimessing.
Menanggapi hal itu, Evans Reynold Alfons, Pemilik sah serta ahli waris Jozias Alfons atas 20 potong Dusun Dati di Urimessing sesuai putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah), menyampaikan kalau hal itu sah-sah saja.
“Hak memberikan pemberitaan di media oleh setiap orang patut kita hargai, Ketua Saniri Negeri Dr.Richard Waas maupun pemerintah Negeri urimessing lewat Kaur Pemerintahan Edy Samaleleway juga patut kita hargai karena itu hak setiap orang.
Namun kita perlu mengingatkan kepada mereka bahwa kalau berbicara itu mereka harus punya dasar hukum. Apakah keputusan yang mereka keluarkan dalam Rapat Saniri Besar itu punya dasar hukum tidak.
Apakah dalam Perda ada mengatur bahwa keputusan Saniri Negeri itu dapat dipergunakan? Hati-hati loh, Perda nomor 14 tahun 2019 tolong mereka baca itu, sehingga bagi saya keputusan yang mereka hasilkan dalam rapat saniri besar tanggal 27 Oktober 2023 itu mentah.
Alasan yang pertama, mereka harus punya dasar hukum. Contoh misalnya, dalam perkara pengadilan dari tahun 1976, 1978 pemerintah negeri urimessing menang lalu putusan menyatakan bahwa, perbuatan Alfons adalah perbuatan yang tercela dalam arti menggunakan bukti-bukti palsu.
Jika putusan pengadilan menyatakan seperti itu barulah benar, dan mereka memiliki dasar hukum yang kuat untuk membatalkan seluruh kepemilikan Alfons. Bahkan kalau misalkan putusan pengadilan menyatakan seperti itu, tanpa menunggu rapat saniri Keluarga Alfons akan mengembalikan hak-hak itu kepada pemerintah negeri,” jelas Evans.
Tapi kenyataannya, lanjut Evans, dari tahun 1976 sampai hari ini, sudah lahir beberapa putusan dimana Pemerintah maupun Saniri Negeri Urimessing adalah pihak yang kalah. Bahwa dalam perkara tahun 1976 dasar gugatan dari pemerintah negeri urimesing itu, mengakui kepemilikan Jozias Alfons berdasarkan penyerahan yang dilakukan tahun 1915 oleh Raja Leonard Lodewik Rehatta.
“Inikan mereka punya orang tua yang gugat kita, itu ada dalam putusan, coba nanti mereka pertanggungjawabkan, apakah mereka yang benar atau orang tua mereka yang benar. Jangan bicara soal bukti, kalau mau bukti mari kita uji bukti, Alfons siap untuk itu.
Kalau menurut penilaian saya, bukti bukti yang mereka gunakan ini kan terindikasi bukti palsu. Seperti yang mereka katakan Lodewik Leonard Rehata itu jadi Raja 1926, berarti pertanyaan balik, tahun 1922 itu siapa yang jadi Raja? Makanya mereka bebrbicara itu jangan asal, harus punya dasar dan bukti.
Bahkan bukti yang saya punya ini kalau mereka masuk Gereja Bethfage itu mereka bisa lihat jelas ada Prasasti di sana. Disitu tertulis Asisten Resident L.E. Noll, Regent L.L Rehatta, Hulpprediker J. A. Meijer dan M. F. Tutuparij INL Leeraar.
Saya ingin mengulangi lagi bahwa bukti-bukti yang dimiliki keuarga Alfons terkait penyerahan 20 potong dusun dati oleh pemerintah negeri kepada Jozias Alfons itu sudah berulang kali dipergunakan di pengadilan dan diuji keabsahannya dalam beberapa perkara dan menang, jadi sangat naif kalau hasil keputusan rapat saniri kemarin mau membatalkan sebuah proses sejarah yang sudah teruji kebenarnyya di pengadilan itu sama sekali tidak masuk akal karena keputusan rapat saniri negeri kemarin itu tidak memiliki legal standing untuk menggugurkan sebuah fakta sejarah,” tegas Alfons.
Dirinya menambahkan, atas apa yang dilakukan oleh Pemerintah dan Saniri Negeri Urimessing dalam keputusan rapat saniri kemarin, pihaknya berencana untuk mempidanakan hasil keputusan itu, namun sampai saat ini hasil keputusan rapat yang tertuang dalam bentuk fisik Surat Keputusan tak kunjung dikeluarkan.
“Sampai saat ini mereka tidak berani mengeluarkan bukti fisik surat keputusan itu, jika itu sudah ada dalam bentuk fisik surat maka, sudah pasti saya akan mempidanakan pemerintah dan saniri negeri urimessing,” tandas Evans.
Evans mempertanyakan kredibilitas pemerintah negeri dan saniri negeri Urimessing yang saat ini lebih fokus mempermasalahkan kepemilikan keluarga Alfons yang sah pasca eksekusi 18 Oktober kemarin, padahal di dalam negeri sudah banyak Dati milik negeri yang diperjual belikan oleh oknum-oknum yang bukan memiliki hak, inikan lucu.
“Keturunan Jozias Alfons ini bukan saja saya, bukan saja keluarga Alfons kami, ada keluarga Andriz, ada keluarga Salakay itu keturunan Jozias Alfons yang kawin dengan Andriz dan Salakay.
Sehingga apakah keputusan pemerintah dan saniri negeri mengeluarkan Alfons dari status adat dan kepemilikan 20 potong dusun dati di urimesing ini tidak menimbulkan efek bagi keluarga yang lain, inikan rame, inikan aneh. Kok cuman Alfons yang di derang sementara apa yang dilakukan Watimena dan Tisera itu tidak di serang kok cuman Alfons saja,” tutur Evans.
Dirinya menambahkan, pernah terjadi ada penyerahan kalau tidak salah di tahun 1976 penyerahan sebagai imbalan jasa 17 potong Dusun Dati sesuai keterangan pemerintah negeri yang dipergunakan dalam perkaran nomor 62 menyatakan, pernah pemerintah negeri urimessing menyerahkan kepada Hein Johanes Tisera 17 potong Dati.
Dimana 7 itu dari Dati PS Tisera anak parentah, 7 dari Dati negeri dan 3 dari Dati Estefanus Watimena. Kalau Buke Tisera atau Hein ohanes Tisera mengaku kalau mereka adalah keturunan dari PS Tisera yang memiliki 29 potong Dusun Dati.
Pertanyaannya kok dati dari PS Tisera 7 dari 29 potong dusun dati milik PS Tisera, diberikan kepada Hein Johanes Tisera sebagai imbalan jasa, inikan aneh. Padahal dikatakan kalau Hein Johanes Tisera itu keturunan PS Tisera kok pemerintah negeri kembali memberikan milik PS Tisera kepada Hein Johanes Tisera, inikan berarti Hein Johanis Tisera bukan merupakan keturunan PS Tisera, karena dati milik PS Tisera diserahkan kepada Hein Johanes Tisera, inikan lucu, tutup Evans.