Alfons Tuding Penjabat Urimesing dan Saniri Lakukan Konspirasi

Banner Between Post 400x130

Ambontoday.com. Ambon.-Menangapi pernyatan Pejabat Negeri Urimessing saudara Arthur Solsolay bahwa Uji Publik Ranperneg Urimessing tentang Matarumah Parentah pada tanggal 13 September 2022 di Hotel Marina Ambon merupakan tahapan menuju Raja Definitif Urimessing karena telah 39 Tahun Negeri Urimessing tidak memiliki Raja Definitif.
Pernyataan tersebut mendapat tanggapan keras dari anak Adat Soa SIMA Rycko Weynner Alfons yang merupakan salah satu turunan mantan Raja Negeri Urimessing Jacobus Abner Alfons.
“Sekelas seorang Pejabat di Negeri Urimessing, sebaiknya jujur, bertindak netral dan tidak memihak kepentingan kelompok tertentu sehingga dalam memberikan statemen kepada masyarakat, tidak terkesan asal-asalan dan tidak membohongi atau membodohi masyarakat.
Berdasarkan SK Walikota Ambon No. 734 Tahun 2015 tanggal 14 Desember 2015 tentang pemberhentian dengan Hormat sdr Jacobus Abner Alfons dari Jabatan Raja Negeri Urimessing, jelas menyatakan bahwa jabatan Raja definitive Negeri Urimessing baru berakhir pada tanggal 14 Desember 2015, bukan 39 tahun lalu. Apakah pejabat tidak mengetahui hal ini atau pura-pura tidak tahu ? apakah pernyataan pejabat ini sengaja dibuat untuk memancing emosi masyarakat adat ? atau ada apa dibalik ini sehingga berani memberikan pernyataan yang bertolak belakang dengan SK yang notabene ditandatangani oleh Walikota yang adalah atasannya ?,” kata Alfons.
“Setelah saya mencermati apa yang disampaikan oleh Pejabat Negeri Urimessing ini, lalu saya hubungkan dengan hal-hal yang terjadi beberapa waktu belakangan, saya dapat mengambil sebuah kesimpulan adanya konspirasi terselubung yang sengaja dibuat dan dimainkan oleh pejabat cs dan Saniri Negeri Urimessing untuk meloloskan oknom tertentu menduduki Raja Definitif Negeri Urimessing dengan cara cara yang bertentangan dengan aturan hukum,” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi ini sebenarnya sudah dimulai sejak Pejabat menerima hasil penetapan Matarumah Parentah dari Ketua Saniri Negeri Urimessing Yohanes Tisera alias Buke pada akhir tahun 2021.
Pada saat akan mengakhiri masa jabatan Saniri Negeri Urimessing periode lalu, Yohanes Tisera alias Buke selaku Ketua Saniri Negeri Urimessing di tahun 2021 memimpin rapat Saniri di Seri, lalu melakukan kesepakatan dengan anggota Saniri untuk menetapkan matarumah Parentah melalui mekanisme voting. Padahal dia tahu mekanisme voting matarumah Parentah tidak diatur dalam Undang-Undang manapun bahkan bertentangan dengan Perda Kota Ambon No 8 dan 10 Tahun 2017.
Pada Perda Kota Ambon No. 8 dan 10 Tahun 2017 sudah jelas mengatur seluruh proses Pemerintahan pada sebuah Negeri Adat di Kota Ambon, dimana bukan saja mengakomodir mekanisme pemerintahan satu matarumah parentah, tetapi juga mengakomodir mekanisme pemerintahan dua atau lebih matarumah parentah. Dengan demikian mekanisme voting terhadap matarumah Parentah, jelas-jelas sangat bertentangan dengan Perda.
“Terkait hal itu, dapat ditanyakan langsung ke Pejabat atau Pemerintah Kota Ambon dalam hal ini Asistent I dan Kabag Pemerintahan Kota Ambon termasuk Walikota Ambon dan DPRD Kota Ambon, berapa banyak surat keberatan yang datang dari SOA SIMA terkait Penetapan Matarumah Parentah oleh Saniri Negeri Urimessing melalui mekanisme Voting, karena sejak awal kami menilai Yohanes Tisera menggunakan jabatannnya mempengaruhi anggota Saniri Negeri untuk bertindak melawan hukum demi kepentingan diri pribadinya.”
“Namun, saya tidak perlu terkejut, karena hal yang sama juga pernah terjadi semasa kepemimpinan almarhum ayahnya HJ Tisera di era tahun 1970-an yang memimpin rapat dan bersepakat dengan anggota Saniri bawahannya untuk menyerahkan tanah-tanah Dati kepada dirinya selaku atasan mereka. Hal mana oleh putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dinamakan Komersialisasi Jabatan Ketua Saniri Negeri, dan atau penyerahan timbal balik dari bawahan kepada atasan merupakan perbuatan melawan hukum.”
Dikatakan, pihaknya juga sangat kecewa dengan kinerja Pejabat Negeri Urimessing karena pada tanggal 20 Juni 2022, SOA SIMA sudah mengusulkan 2 anak adat untuk duduk dalam keanggotaan Saniri Negeri Urimessing periode 2022-2028 melalui berita acara sesuai aturan Perda Kota Ambon No. 8 Tahun 2017 pasal 3, namun saat peresmian keanggotaan Saniri Negeri Urimessing, nama perwakilan SOA SIMA tidak ada. Menurut kami, tindakan pejabat ini juga dapat disebut sebagai kejahatan jabatan, karena diduga ada upaya menghilangkan asal usul SOA SIMA, entah kemauan sendiri ataukah ada saran dari pihak-pihak tertentu.
Padahal, sejarah mencatat, peranan anak adat dari Soa Sima dalam pemerintahan Negeri Urimessing sangatlah besar, bahkan Putra-putra terbaik dari SOA SIMA bukan hanya duduk dalam keanggotaan Saniri Negeri Urimessing saja, melainkan pernah menduduki jabatan-jabatan penting seperti Kepala Soa Besar Negeri Urimessing, Wakil Pemerintah Soya di Negeri Urimessing, Kepala Adat Negeri Urimessing bahkan menjadi Raja Negeri Urimessing Amarima.
Perlu diketahui juga bahwa saat dilakukannya Uji Publik Ranperneg Urimessing tentang matarumah Parentah pada tanggal 13 September 2022 di Hotel Marina Ambon tidak ada perwakilan dari SOA-SOA di Negeri Urimessing karena tidak diundang. Bagaimana mungkin untuk melakukan Uji Publik RanPerneg Matarumah Parentah tidak menghadirkan unsur SOA ? lalu hasil model apa yang ingin dicapai terkait Ranperneg yang diuji Publik tersebut ?
“Sesuai informasi yang saya terima, banyak protes dan keberatan terkait rencana penetapan Marga Tisera sebagai satu-satunya Matarumah Parentah dalam acara Uji Publik tersebut. Akibatnya Matarumah Samaleleway resmi melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Ambon terkait perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan oleh Saniri Negeri Urimessing, Pejabat, Pemerintah Kota Ambon serta Yohanes Tisera.
Saya juga mendengar isu bahwa ada oknom-oknom tertentu di kalangan Pemerintah Kota Ambon yang sangat berambisi melantik Yohanes Tisera alias Buke sebagai Raja Negeri Urimessing, bahkan katanya oknom-oknom ini mengatakan pelantikan tersebut merupakan kado terindah yang akan dipersembahkan kepada Walikota Ambon Boudewien Wattimena.
Saya sempat bertanya, kenapa pemeritah Kota Ambon terkesan nekat menabrak aturan hanya untuk menetapkan Tisera sebagai satu-satunya matarumah Parentah sekaligus Yohanes Tisera sebagai Raja Urimessing, apakah ada hubungannya dengan Ganti Rugi tanah RSUD Dr Haulussy yang pernah dibayarkan secara bertahap kepada Yohanes Tisera tanpa perintah Pengadilan, namun kemudian dihentikan tahapannya oleh Pemerintah Propinsi Maluku karena ternyata Surat penyerahan 6 potong Dati dari anggota Saniri Negeri Urimessing kepada HJ Tisera selaku Katua Saniri tanggal 28 Desember 1976 telah dibatalkan oleh Saniri dan Pemerintah Negeri Urimessing sejak tahun 1980-an, dan kini pembatalan tersebut telah dikuatkan dalam Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Kemungkinan satu-satunya peluang untuk menuntut sisa ganti rugi oleh Tisera adalah melalui jabatan Raja Urimessing, karena kalau dirinya bertindak secara pribadi, akan menimbulkan masalah pidana terkait surat kepemilikan yang sudah cacat hukum.
Nah, arahnya sudah semakin jelas, dugaan adanya scenario yang sengaja dimainkan oleh oknom-oknom tertentu dalam lingkup Pejabat pemerintah Kota Ambon sedikit demi sedikit mulai terkuak.
Pantas saja surat-surat keberatan dari SOA SIMA terkait pembentukan Saniri Negeri Urimessing hingga rencana Penetapan Tisera sebagai satu satunya Matarumah Parentah di Negeri Urimessing, tidak satupun ditanggapi atau dibalas.
Padahal mereka lupa, nama Urimessing Amarima diambil dari kata Uri = Persekutuan, Meseng = kokoh, Ama = Aman/Negeri/Bapak, Rima = lima, sehingga Negeri Urimessing Amarima adalah Negeri yang terbentuk dari perekutuan 5 (lima) Uli yakni Sima, Awahang, Kappa Puta dan Seri, sehingga merupakan dasar sejarah yang harusnya menjadi patokan bahwa di Negeri Urimessing tidak pernah mengenal satu matarumah parentah, karena semua Uli yang saat ini telah berstatus SOA memiliki kedudukan dan Hak yang sama dalam pemerintahan Negeri Urimessing, itulah Demokrasi yang sudah dianut dalam kehidupan masyarakat Negeri Urimessing sejak moyang-moyang.
SEI HELE HATU HATU LISA PEI, SEI LEI SOU SOU LESI EI, artinya, SAPA BALE BATU BATU GEPE DIA, SAPA LANGGAR SUMPAH, SUMPAH BUNUH DIA,” ungkap Rycko.

Baca Juga  17 Peserta Paduan Suara Gregorian Dewasa Tampil di Pesparani

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Berita Terkini