Jakarta, ambontoday.com – Ketua AMPG Steven Risakotta mengajak seluruh elemen bangsa yang menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) untuk menyampaikan aspirasi dengan elegan tanpa merusak substansi dari demokrasi.
“Menunaikan hak berdemokrasi dengan cara anarki bukan budaya Bangsa kita yang menjunjung tinggi adat ketimuran. Banyak kanal demokrasi yang tersedia. Esekutif dan Legislatif juga sangat terbuka membuka ruang dialog,” kata Risakotta kepada ambontoday.com di Jakarta, Sabtu (17/10/2020).
Risakotta menilai aksi berujung anarki belakangan ini bukanlah kehendak kelompok mahasiswa dan buruh.
“Kalaupun ada kelompok mahasiswa atau buruh yang memprovokasi atau berlaku anarki saya yakin itu hanya oknum. Karena temuan di lapangan, dan sudah banyak di pemberitaan, rata-rata pelaku rusuh ada pelajar, masyarakat sipil yang mengenakan jaket almamater dari sebuah kampus. Atau bahkan ada juga oknum mahasiswa yang mengenakan seragam SMA, hal ini tidak lagi jadi hal baru ketika ada aksi unjuk rasa” urai Risakotta
Dia menduga, ada segelintir kelompok yang memang dari awal berseberangan dengan Pemerintah memanfaatkan momentum penolakan UU Ciptaker untuk membuat suasana gaduh kegaduhan dierah Pemerintahan Jokowi-Ma’aruf.
“Di dalam kegaduhan itulah mereka menunggangi aksi mahasiswa dan buruh yang memang nawaitunya murni berjuang untuk mencabut UU Ciptaker dan mendesak Legislatif bersama Eksekutif untuk menyempurnakannya, bukan untuk melengserkan Rezim Pemerintah sah yang sedang berkuasa,” ungkap Risakotta.
Risakotta berharap, diskursus perdebatan gagasan baik kelompok pro maupun yang kontra terjadi secara produktif di ruang publik baik di media massa maupun media sosial.
“Ruang opini publik harus dipenuhi dengan konten dan narasi positif bersama yang harus dibangun untuk memajukan bangsa. Jangan biarkan ruang publik diisi oleh narasi propaganda, provokatif yang kerap dibumbui informasi hoaks, yang akan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa kita yang tercinta ini” terangnya.
Terlebih, masih kata Risakotta, aksi demonstrasi belakangan ini jauh dari penerapan protokol kesehatan di tengah kondisi bangsa ini sedang berjuang memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
“Bukannya melarang kawan-kawan mahasiswa dan buruh atau elemen masyarakat lainnya untuk berunjuk rasa. Namun, sungguh sangat disayangkan jika aksi belakangan ini justru membuat klaster baru penyebaran Covid-19 dari massa aksi yang berkerumun,” tuturnya. (AT/tim)