Angelina Pattiasina : Blok Masela, Jawaban Maluku Keluar Dari Kemiskinan

Before content

Ambontoday.com, Ambon.- Sebagai Provinsi termiskin keempat di Indonesia, Provinsi Maluku sudah seharusnya menyadari dan berbenah diri untuk bagaimana cara keluar dari status ini. Namun kalau sekedar sadar saja tanpa membuat gebrakan baru, itu semua akan percuma.

Hal ini tetntu membutuhkan kolaborasi yang solid antara Pemerintah Provinsi Maluku beserta stakeholder lainnya.

Menyadari akan kondisi dan sumber daya, baik sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA) yang ada di Maluku, tentu ini akan sangat berperan penting dalam upaya Maluku keluar dari status sebagai Provinsi Termiskin.

Untuk itu, mantan anggota Komisi IX DPR RI sekaligus Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Angelina Pattiasina, yang kini turut mencalonkan diri sebagai salah satu Caleg DPR RI Dapil Maluku asal Partai Buruh angkat bicara.

Kepada wartawan di Ambon, Sabtu 10 Februari 2024, Pattiasina menyampaikan, sudah saatnya Pemerintah Provinsi Maluku dan semua stakeholder terkiat harus memikirkan dan berani mengambil langkah dalam upaya mengeluarkan status Provinsi Maluku sebagai salah satu Provinsi termiskina di Indonesia.

“Saya kira sudah saatnya kita harus mengambil langkah sebagai upaya mengeluarkan Maluku dari status sebagai salah satu provinsi termiskin di Indonesia,” ucap Angelina.

Menurutnya, Maluku ini memiliki sumber daya alam yang sangat banyak dan kaya sehingga jika semua itu terkelola dengan baik dan benar, tidak mungkin Maluku masuk sebagai provinsi termiskin.

Salah satu sumber daya alam yang sangat menjanjikan yakni kandungan minyak dan gas alam yang tersebar di sejumlah titik di provinsi Maluku.

Salah satunya adalah Blok Masela, memang sekarang Blok Masela menjadi satu-satunya yang ada, yang jelas di depan mata untuk bisa mengeluarkan maluku ini dari kemiskinan.

Baca Juga  MyTelkomsel dan ShopeePay Hadirkan Nilai Tambah Transaksi Online

Kalau mau dilihat, yang pertama itu bahwa pertumbuhan ekonomi maluku adalah 5 koma sekian persen dari total DAU sebesar 15,77 triliun.

“Kita tidak perlu berbangga dengan itu karena volumenya adalah hanya 15.77 triliun sementara kalau DKI Jakarta itu 511 triliun. Untuk kita bisa lebih meningkatkan lagi volume produk domestik regional bruto adalah dengan adanya industri, Blok Masela, ini adalah harapan kita karena pendapatan pemerintah pusat dari pengelolaan Blok Masela ini adalah 586 triliun.

Dari total pendapatan 586 triliun itu 15,5% nya itu adalah milik provinsi penghasil, artinya sekitar 39 triliun rupiah itu menjadi milik maluku ini sesuai UU dana bagi hasil, dan bagi hasil itu ada nanti bisa dilihat bahwa dari 39 triliun yang diperoleh dari bagi hasil dengan pemerintah pusta itu, 6% untuk daerah penghasil itu mungkin Kabupaten MBD dan KKT, kemudian 6% untuk kabupaten kota lainnya di Maluku, lalu Pemda Provinsi Maluku mendapat tiga persen,” jelas Pattiasina.

Dikatakan, APBD Maluku mulai dari tahun 2003 sampai saat ini masih ada di angka 3,07 triliun, maka harapan untuk Maluku bisa keluar dari kemiskinan itu kecil karena undang-undang otonomi daerah kita mengatakan bahwa alokasi DAU itu berdasarkan luas wilayah darat dan jumlah penduduk.

Luas wilayah darat Maluku kan kecil, sementara jumlah penduduk sekarang ini 1,911 juta jiwa, artinya Maluku pasti dapatnya sedikit sekali.

“APBD Maluku ini kan sangat kecil, mulai dari tahun 2003 itu alokasi DAU Maluku hanya 3,07 triliun, berdasarkan perhitungan luas wilayah darat dan jumlah penduduk Maluku, dan itu sesuai UU Otonomi Daerah.

Ini kan sangat sedikit, tidak mungkin akan berubah dan dengan kondisi ini maka Maluku tidak akan bisa keluar dari status kemiskinan saat ini sebelum undang-undang otonomi daerah itu dirubah atau diberi kekhususan untuk pulau-pulau kecil,” jelas Angelina.

Baca Juga  Pesparani Diharapkan Tingkatkan Persaudaraan dan Kesatuan

Blok Masela yang diharapkan dapat menjawab persoalan ini pun pengembangannya masih terkendala.

Pattiasina menyampaikan, kendala pengembangan Blok Marsela saat ini sebenarnya sudah terlewatkan, hanya satu saja yang menjadi kendala untuk kita sebagai masyarakat maluku, terutama masyarakat adatnya adalah adanya floating LNG yang akan dibawa oleh Petronas ke Blok Masela.

Itu syarat dari Petronas untuk dia mau join di dalam 35%  PI nya SHIELD yang ditinggalkan. Kan Shield mendapatkan 35% tapi dia keluar hingga sekarang 20% Pertamina 15% Petronas.

“Syarat dari Petronas mau masuk itu kalau dia bisa membawa floating LNG bekas ke KKT, makanya kita harus berpikir sungguh serius di situ, karena sebelumnya juga pernah di laut nanti dia bisa pindahkan lagi itu ke laut, jadi ini itu saja yang masih menjadi kendala.

Saya pikir sudah saatnya pemerintah provinsi Maluku melihat persoalan ini, apalagi terkait dengan hak-hak adat masyarakat di KKT. Selain itu, peran lewat kontribusi perguruan tinggi di Maluku khususnya Unpati juga sangat diperlukan untuk mendorong percepatan Blok Masela,” ungkapnya.

Menurutnya, peran perguruan tinggi khususnya Unpati ini sangat besar juga, pertama Unpati harus jemput bola dulu jadi jangan menunggu orang.

“Unpati harus bisa memainkan peran di sini karena sangat besar manfaatnya. Mereka harus jemput bola, jangan menunggu orang lain berbuat dulu.

Misalnya, seperti saya datang kasih seminar, setelah saya kasih seminar ya sampai di situ saja, untuk langkah selanjutnya bukan urusan saya. Yang harus melakukan gebrakan selanjutnya itu adalah pemerintah daerah dan Unpati,” kata Pattiasina.

Dirinya menerangkan, yang paling utama yang harus dilakukan Unpati adalah mengkaji dan mengurus Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) Blok Masela, di sini letak dan peran perguruan tinggi yang harus mengkaji itu.

Baca Juga  OJK Maluku Gelar Sosialisasi Literasi Keuangan Bagi Ibu Rumah Tangga dan Pelaku Usaha Mikro di Ambon Manise

Karena sesuai peraturan itu ada undang-undangnya dimana persoalan Amdal itu wajib dibuat oleh perguruan tinggi negeri di daerah penghasil, tutupnya.