Berjuang PI 10 Persen, MBD Siap Bersaing Dengan KKT

Before content

Tiakur, ambontoday.com – Perjuangan dan keinginan Pemerintah bersama rakyat Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) untuk diakomidir sebagai daerah penghasil dan daerah terdampak bukanlah tanpa alasan.Tengok saja, Pemda KKT dengan tegas meminta untuk diperhatikan secara proporsional soal pembagian jatah dari participacing interest (PI) 10%. Jatah yang kemudian dimintakan pun tak tanggung-tanggung yakni, 5,6%. Lalu dimana posisi Maluku Barat Daya, dan kenapa orang MBD masih diam dengan kondisi ini? Dimana konsen Pemerintah Daerah dan DPRD terhadap kemaslahatan rakyat?

Terkait konstelasi dan dinamika soal pengelolaan Blok Masela, begini kata Yesri Lolopaly SH, salah satu anggota DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya dari fraksi Demokrat. Kepada wartawan kemarin, Lolopaly menjelaskan, melihat pergerakan dan perjuangan rakyat Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), atas PI 10% membuat banyak daerah terdesak kagum.

Baginya, Selama ini rakyat KKT dan Pemerintah daerah tidak banyak berbicara tentang PI 10/% namun sekali angkat suara maka Pemerintah Pusat langsung merespon apa yang menjadi keluhan mereka ujarnya. Olehnya itu kata dia, kita orang MBD harus mengakui dan belajar dari pergerakan saudara-saudara kita di KKT pintanya.

Lolopaly berpandangan, ketika ada ormas dan OKP yang bersuara untuk mendesak dan meminta agar MBD dimasukan sebagai daerah penghasil dan terdampak, selalu berakhir dengan hampa dikarenakan tidak didukung oleh stochholder (pemangku kepentingan) di daerah ini.

Dirinya menjelaskan, pada bulan Februari 2021 lalu, komisi B DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya, telah melakukan audiens dengan pihak dinas lingkungan hidup Provinsi Maluku di Ambon dan oleh kepala dinas lingkungan hidup propinsi maluku, menyampaikan bahwa seluruh tahapan dalam proses pengkajian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) telah dilakukan sesuai dengan perintah Undang-undang.

Baca Juga  Pertama Kali Secara Nasional LPPP Maluku Dihitung

Tahapan awalnya yakni, adanya pengumuman selama 10 hari kemudian dilanjutkan dengan sosialisasi yang dilaksanakan di hotel swissbell Ambon pada bulan Juli 2019 lalu, yang mana pada saat itu perwakilan pemerintah daerah MBD dihadiri oleh Assisten lll Setda MBD, kepala bapedda MBD, kepala dinas lingkungan hidup Kab.MBD dan kepala bagian hukum setda MBD. Namun saat pertemuan berlangsung, tak ada satupun dari para pejabat itu memberikan masukan atau komplain dihadapan pihak Unpatti, kementerian ESDM, SKK migas dan Pemprov Maluku bahwa MBD juga masuk dalam daerah penghasil dan daerah terdampak padahal saat itu ruang diskusi telah dibuka seluas-luasnya, jelas Yesri mengutip penjelasan kepala dinas lingkungan hidup Provinsi Maluku yang dusampaikan kepada DPRD Kab. MBD.

Kemudian lanjut dia bahwa, pada bulan oktober 2019 lalu saat dinas lingkungan hidup Provinsi Maluku melakukan pembahasan di kementerian terhadap kerangka acuan dokumen amdal, namun lagi-lagi tidak ada komplain atau usulan dari pemda MBD Sehingga dapat disimpilkan bahwa MBD sama sekali tidak ditetapkan sebagai daerah penghasil ataupun daerah terdampak, ucapnya.

Saat ditanya soal posisi DPRD saat itu, Yesri mengaku bahwa dalam pertemuan bulan juli 2019 di swissbell hotel dan di kementerian lingkungan hidup di jakarta, sama sekali DPRD tidak dilibatkan dalam proses itu.”Kami (DPRD) ingin bersuara tapi bagaimana caranya kalau kami sama sekali tidak dilibatkan? Padahal pertemuan itu merupakan pertemuan puncak dan agendanya sangat penting dalam menentukan nasib daerah ini. Rakyat KKT sangat beruntung karena seluruh tahapan dan proses dari awal, melibatkan para wakil rakyatnya”, imbuh dia.

Kendati begitu, Lolopaly menambahkan bahwa saat ini masih ada ruang dan harapan bagi rakyat MBD terus berjuang sesuai ekspektasi rakyat MBD untuk diakomodir sebagai daerah terdampak maupun daerah penghasil. ” orang MBD harus terus berjuang apabila kita yakin bahwa blok marsela adalah benar-benar merupakan hak milik kita maka marilah kita berjuang bersama” ujar Lolopaly sembari mengingatkan bahwa perjuangan yang dilakukan oleh rakyat MBD nantinya jangan hanya sebatas wacana dan kata-kata tapi harus dengan tindakan.

Baca Juga  Jam Operasi Angkutan Berat Ditetapkan

Selaku wakil rakyat Lolopaly mengusulkan kepada pihak eksekutif, (Pemda MBD) legislatif, (DPRD MBD) serta seluruh organisasi masyarakat dan organisasi kepemudaan (OKP) yang ada di MBD bahwa satu-satunya solusi untuk meyakinkan dan mendesak pemerintah propinsi dan pusat adalah dengan jalan melakukan preasure ke istana negara, tegasnya.

Ditegaskan, kalau saja pemerintah daerah berjuang bersama dengan kekuatan rakyat yang ada di bawah sebagaimana yang dilakukan rakyat KKT maka bukan tidak mungkin pemerintah pusat dan propinsi akan melakukan revisi dan evaluasi terhadap kajian amdal dan akan memasukan MBD sebagai daerah penghasil dan terdampak.

Olehnya itu, Lolopaly berharap agar Pemerintah daerah menjadi mediator utama dalam memediasi dan menjembatani hak dan keinginan rakyat MBD khususnya bagi wilayah yang berada pada posisi berdekatan dengan titik ordinat blok masela itu. “kalau perlu, kita menghadirkan ahli pembanding untuk mengkaji dan menganalisis ulang sejauh mana dampak blok masela kepada wilayah MBD dan bukan itu saja kita juga harus mengukur ulang letak titik ordinat tambang migas blok masela supaya bisa ketahuan mana yang paling dekat dengan titik ordinatnya,” tandas Lolopaly.

Ditambahkan, kalau pemerintah KKT bisa menghadap kementerian maka mengapa kita tidak bisa ngotot ke istana? Karena hanya dengan cara tersebut, rakyat MBD dapat membuktikan dan meyakinkan pemerintah pusat bahwa MBD juga masuk sebagai daerah penghasil dan terdampak tegas ketua fraksi demokrat DPRD Kabupaten MBD ini tegasnya.

Diakhir komentarnya, Lolopaly berharap seluruh rakyat MBD harus menyatukan presepsi agar bisa memperjuangkan hak dan keadilan sosial bagi rakyat di Maluku Barat Daya. (AT/Ari)