Dami Batfutu, Hegemoni Oposisi Nasompun Di KKT

Before content

Ambon,Ambontoday.com – Oposisi dan Pengkritik serta Penerima Kritik harus Rasional dan obyektif bukan Subyektif dan tidak pernah mengakui kebijakan yang berhasil diciptakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) selama tiga tahun pemerintahan ini.

Oposisi mestinya harus memahami bahwa kritikan itu merupakan suatu tanggapan atau ungkapan ketidak setujuan atas suatu tindakan, perkataan, kebijakan, kondisi atau produk dan kebijakan yang dihasilkan oleh Pemda KKT dengan memberikan alasan atau argumen dengan dasar logika yang disusun untuk menjelaskan ketidak setujuan tersebut. bukan menciptakan kelompok nasompun (memfitna-red) setiap saat di media – media sosial.

Pernyataan ini disampaikan oleh Dami Batfutu,SE kepada Ambontoday.com via WhatsApp Selasa, (9/6/20) di Saumlaki.

“Jika kebijakan pemda KKT yang dianggap tidak memenuhi kebutuhan masyarakat secara menyeluruh maka silahkan saja untuk dikritik dan diluruskan. namun harus obyektif dan rasional kemudian disampaikan solusi, bukan nasompun dengan memfitnah atau membicarakan prifasi orang lain di media sosial seperti dalam WA-WA Grup dan Facebook. akibat itu sehingga menimbulkan perbuatan melawan hukum” katanya.

Nasompun dalam kamus Bahasa Yamdena Indonesia adalah : _Sombun, n-sombun_ _memfitnah (tentang) mengumpat._ terhadap arti kata nasompun ini, dalam acara diskusi yang digelar Polres KKT Selasa (9/6/2020), dengan tema _Bakumpul Bacarita Kamtibmas Tentang New Normal,_ kata “Nasompun” diangkat lagi oleh Batfutu dalam diskusi tersebut dengan pernyataanya :

“Menurut saya, KKT ini sudah hidup di dunia liberal. Saya istilah di dunia liberal karena banyak terjadi di dunia maya, baik di facebook maupun WA grup itu, Pak kapolres tolong tertibkan, karena banyak yang tidak diskusi ide atau gagasan tetapi yang terjadi seperti apa yang dikatakan oleh pak bupati, Nasompun,” ujar Batfutu.

Baca Juga  Puskesmas Biloro Gelar Pengobatan Gratis

Dipahami bahwa Hak Kebebasan Berpendapat, Hak dasar yang dimiliki oleh tiap individu dalam sebuah negara tercantum pada konstitusinya. untuk berpendapat diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yaitu _Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat._ namun jika pendapat itu dinyatakan lewat kritik yang tidak rasional lagi, bahkan memfitnah dan melanggar UU ITE maka tentu sudah merupakan perbuatan melawan hukum apalagi kritik tersebut disampaikan melalui media sosial dengan fitnah dan menyerang prifasi orang lain. karena itu jelas saya katakan bahwa pendapat kelompok hegemoni oposisi itu adalah “Nasompun”

Lanjut Batfutu terkait dengan Pernyataan yang disampaikan oleh Saudara Sony Ratissa yaitu :

“Ini sudah menjadi perhatian masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat KKT yang setiap saat berbicara di media sosial dan ruang diskusi lain. Apalagi kasus indikasi korupsi ini sudah dilaporkan ke penegak hukum sehingga mereka sengaja buat pengalihan isu,”

Menurut saya bahwa selama ini banyak isu dan opini publik bahkan aksi demo dilakukan, namun kenyataanya tidak ada keputusan hukum tetap yang membenarkan bahwa ada kasus dugaan korupsi di KKT yang sudah mendapat keputusan di pengadilan, berarti pernyataan saya sangat jelas. kita tidak membuat pengalihan isu namun secara jelas yang disampaikan oleh pak Bupati KKT terkait 3 (tiga) jenis nasompun itu memang benar adanya

“Jadi penjelasan saya terhadap kata nasompun itukan bicara soal keburukan orang, sama seperti yang terjadi pada postingan-postingan dalam WA-WA grup, maupun di facebook. jadi yang disampaikan oleh Saudara Sony Ratissa itu adalah hal biasa, kita paham soal menyampaikan pendapat didepan umum dan arti berdemokrasi yang baik. tetapi yang terjadi adalah jika kritik sudah menyerang prifasi orang lain maka itulah yang saya sebut sebagai nasompun, dan saya punya bukti terlalu banyak terkait dengan nasompun” Tutupnya.(AT/Paet)

Baca Juga  Frits Lesnussa Daftar di PDI-P, Elisa Daftar di Dua Partai, Latbual di Perindo