Saumlaki, ambontoday.com – Lantaran mengeluarkan Surat Keputusan (SK) DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) nomor 170-02/Keputusan/DPRD-KKT/Tahun 2024 tentang Persetujuan Penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah KKT tentang anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KKT Tahun Anggaran 2024, tertanggal 2 April 2024. Yang ditandatangani Ketua DPRD KKT Deni Darling Refwalu dan Wakil Ketua II Ricky Jawerisa, tanpa dibubuhi tanda tangan Wakil Ketua I Jidon Kelmanutu, yang kalah itu memimpin sidang penetapan APBD.
Tindakan kedua pimpinan DPRD ini dianggap tidak patuh pada ketukan palu sidang dewan yang terhormat. Pasalnya, dalam SK tersebut menyatakan bahwa DPRD menyetujui Pendapatan Daerah diangka Rp913 milyar lebih. Angka ini berbeda dengan hasil ketuk palu dalam sidang paripurna penetapan APBD KKT 2024 yang berada diangka Rp902 milyar lebih. Alhasil, DDR maupun Jawerisa bakal diperiksa oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD.
Wakil Ketua BK DPRD KKT Wan Lekruna, yang dimintai keterangannya menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti persoalan ini. Mengingat pihaknya juga sudah mendapatkan laporan tertulis dari Forum Cinta Bumi Tanimbar dan juga dari beberapa media massa yang memuat tentang SK sepihak tersebut.
Dimana baik DDR maupun Jawerisa harus memberikan klarifikasi terkait SK yang tidak dibahas maupun ketukan palu sidang paripurna. Tindakan kedua pimpinan DPRD ini membuat sehingga molornya APBD yang akhirnya merugikan pelayanan dasar bagi rakyat di Bumi Duan Lolat ini.
“Kebetulan Ketua BK sementara tidak berada di Saumlaki, nanti kita menunggu ketua kembali dan bahas masalah ini, mungkin selesai libur Lebaran ini,” tandas Lekruna, usai rapat bersama Banggar DPRD dan TAPD tentang penyempurnaan APBD 2024 di Balai Rakyat Kewarbotan Saumlaki, Jumat (5/4/2024).
Menurut hemat pihaknya, SK yang dikeluarkan tanpa mekanisme aturan yang berlaku baik di lembaga dewan sendiri maupun aturan perundangan. Yang mana, SK tersebut telah ada bahkan telah ditindaklanjuti ke Pemda. Dan hal ini bisa memicu konsekuensi hukum baru, karena diluar penetapan sidang paripurna yang mempunyai kekuatan hukum yang tidak seorang DPRD-pun bisa mengotak-atik putusan paripurna itu.
“BK menerima laporan dan memproses laporan. Anggota dewan bisa dilaporkan ke BK sepanjang yang dilaporkan menyangkut persoalan etis, disiplin,” katanya.
Disingung terkait Mosi Tidak Percaya (MTP) yang rencananya akan dialamatkan kepada keduanya yakni DDR dan Jawerisa, dikatakan Lekruna bahwa mosi tidak percaya merupakan hak DPRD untuk menyatakan pendapatnya atas ketidakpercayaan baik kepada pemerintah maupun pimpinan DPRD sendiri.
Wacana MTP ini muncul terhadap Ketua DPRD DDR dan Waket II Ricky Jawerisa terus menjadi perbincangan dan berpolemik. Keduanya bakalan diminta
legowo meninggalkan jabatan yang diemban, lantaran dianggap arogan, bahkan mengabaikan produk hukum yang sudah ditetapkan. Dengan mengeluarkan produk SK tanpa mekanisme aturan yang berlaku dan juga tidak melalu sidang peripurna.
“Sah-sah saja jika kami menggunakan hak politik kami sebagai anggota DPRD, dan itu juga merupakan keputusan kolektif yang harus dihormati,” singkat Lekruna. (AT/tim)