Saumlaki, ambontoday.com – Masih membekas di ingatatan masyarakat hingga kalangan atas di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, tentang anggaran covid-19 senilai Rp9,3 milyar yang diberikan kepada Polres Kepulauan Tanimbar tahun 2020 lalu, yang akhirnya diklarifikasi oleh mantan Bupati Petrus Fatlolon, saat itu bahwa hal itu merupakan kesalahan pengetikan oleh staf Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), karena kecapean.
Seiring berjalannya waktu, fakta-fakta tentang modus perampokan uang negara yang dititipkan pada kantor bendahara umum daerah ini makin terang benderang, ketika Kejaksaan Negeri (Kejari) KKT menetapkan 6 tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Penyalagunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif senilai Rp9 milyar dan tercatat merugikan negara sebesar Rp6,6 milyar.
Dimana dari ruang sidang Pengadilan Tipikor Ambon, dengan menghadirkan 14 pimpinan dan anggota, serta mantan anggota DPRD setempat, mengungkap kenyataan yang cukup mencengangkan kuping maupun hati nurani para Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga semua orang yang saat itu hadir dan mengikuti langsung alur persidangan tersebut. Dimana secara tegas dan lugas, terungkap bahwa APBD KKT tahun anggaran 2020 era itu, memang sengaja dirancang untuk kemudian dirampok oleh pemimpin yang masa itu berkuasa yakni Petrus Fatlolon, bupati periode 2017-2022. Dan hal ini sudah menjadi kebiasaan selama era kepemimpinan Petrus Fatlolon. Dimana dengan lugas, Koordinator Komisi C DPRD Ricky Jawerisa, membuka skenario persengkongkolan jahat ini.
“Saat itu dua rekan saya yang juga ada di komisi C mempertanyakan dihadapan mantan Bupati Petrus Fatlolon bahwa hal-hal ini pernah dilakukan dan sekarang diulangi lagi,” beber Jawerisa.
DERETAN FAKTA PERAN PETRUS FATLOLON
Dalam keterangan saksi Ricky Jawerisa (Wakil Ketua II DPRD KKT), saat sidang pekan lalu, membeberkan Ikhwal awal lahirnya angka Rp9 milyar dalam dokumen APBD yang diperuntuhkan bagi perjalanan dinas kantor keuangan. Dimana pada masa itu, pembahasan APBD tahun anggaran 2020, yang telah dibahas tahun 2019, antara Badan’ Anggaran (Banggar) DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mengalami deadlock.
Benang merah deadlock itu ada pada angka 9 milyar untuk SPPD BPKAD yang tetap tercantum manis pada dokumen APBD dari yang telah dirasionalisasi dan disetujui DPRD yakni hanya Rp1,5 milyar saja. Selain itu juga kejanggalan lain yakni masalah pengawasan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang langsung dalam pengawasan BPKAD, yang ansinya harus dibawah pengawasan dinas pendidikan. Kemudian adanya ‘ruang kebijakan’ dengan menaikan sepihak PAGU anggaran sejumlah proyek, sebut saja pembangunan jaringan air bersih Desa Meyano Das, dari yang dirasionalisasi Rp885 juta, naik menjadi Rp2,79 milyar, parahnya proyek ini dibiayai dari DAK maupun DAU. Disusul
proyek pembangunan median jalan Danau Lorulung senilai Rp1,5 milyar, naik menjadi Rp2,5 milyar.
PENDOPO BUPATI JADI SAKSI BISU
Petrus Fatlolon yang menjadi pemimpin KKT era itu, akhirnya mengajak para pimpinan dan anggota DPRD, terkhususnya Banggar ke kediaman dinas bupati. Singkat cerita, Petrus pun mulai membangun cerita dan alibinya tuk menarik simpati Banggar, bahwa dana 9 milyar itu akan diperuntuhkan bagi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang didalamnya terdapat instansi vertikal seperti Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, Polres, Kodim (TNI/Polri). Tak sebatas dengan hanya ‘Sang Sutradara’ menjual nama Forkopimda, masih memelas lagi dengan membubuhkan nama para tokoh agama, tokoh masyarakat dengan dalil yang sangat epik yakni “Tuk Menjaga Hubungan Baik”.
RUANG PARIPURNA JADI EMBRIO
Paripurna telah menetapkan dari usulan Pemda Rp9 milyar, menjadi Rp1,5 milyar. Singkat cerita, Petrus kembali memasukan angka 9 milyar di batang tubuh APBD, yang berujung pada keluarnya Ricky Jawerisa cs, karena alasan kuat bahwa APBD itu sudah menetapkan 1,5 milyar.
Kendati mendapat protes keras dari pihak partai oposisi kala itu, namun tak surutkan tekad bulat Petrus untuk tetap kukuh mempertahankan skenario rancangan perampokan uang negara ini. Parahnya lagi, skenario jahat ini, dilanjutkan hingga tingkat Pemerintah Provinsi Maluku. Dan tentu endingnya sudah bisa ditebak, dokumen APBD KKT tahun 2020 masih terpatri cantik dan jelas angka Rp9 milyar tuk SPPD BPKAD.
Hasil perampokan uang milyaran rupiah itu kini telah membuahkan hasil dengan lahirnya 6 tersangka yang kini telah menjadi terdakwa dan menjalani hari-hari mereka di trali besi sambil menunggu ‘belas kasihan’ Majelis Hakim tuk memutus berapa tahun kurungan penjara bagi ke-6 ASN BPKAD KKT tersebut.
LAPORAN KEUANGAN YANG TERTUTUP & GANDA
APBD yang telah diketuk palu atau ditetapkan DPRD KKT diduga tidak dipakai oleh Petrus dan sahabat karibnya (si Yonas) mantan kepala BPKAD yang saat ini telah menjadi terdakwa atas kasus korupsi SPPD fiktif Rp6 miliar, untuk menjalankan keuangan. Parahnya, kuat dugaan ada APBD ganda atau lembaran APBD yang disiapkan sendiri oleh keduanya, pasca ditetapkan. Alhasil, saat masa jabatannya berakhir di 22 Mey 2022, berbagai kebobrokan bermunculan.
Alhasil, ketimpangan dan kejanggalan inilah, mendorong Komisi Anti Rasuah (KPK-Komisi Pemberatansan Korupsi) dan Inspektorat Jendral Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) di tahun 2022, harus melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) terhadap pengelolaan keuangan Pemda KKT. Dan mengejutkan, ternyata selama ini, Pemda sangat tertutup terhadap transparansi APBD kepada publik. Hal ini dibeberkan oleh mantan Penjabat Bupati Kepulauan Tanimbar Daniel Edward Indey, saat menjabat tiga bulan dan mempelajari kondisi KKT, pasca ditinggal Petrus Fatlolon. (AT/tim)