
“Inilah Wujud Perubahan Ala Bupati La Hamidi: Dua SK Kepala Sekolah dalam Sehari, Pendidikan Buru Selatan Kian Terpuruk”
Ambontoday.com – BurseL – Masyarakat Buru Selatan kembali dibuat geleng-geleng kepala. Dunia pendidikan di daerah ini kian terpuruk setelah beredar luas di media sosial informasi terkait penerbitan Surat Keputusan (SK) Kepala Sekolah di Desa Batu Tulis yang dinilai janggal, memalukan, dan mencoreng wajah birokrasi.
Dalam waktu hanya hitungan jam, pemerintah menerbitkan dua SK berbeda untuk satu jabatan kepala sekolah. Dua nama berbeda dipasang di kursi yang sama. Kejadian tak lazim ini langsung memicu sorotan tajam publik dan menjadi bahan tertawaan pahit di jagat maya.
“Baru pertama terjadi di Indonesia, dua orang menduduki satu jabatan kepala sekolah. Apakah ini yang disebut mencerdaskan kehidupan bangsa?” begitu sindiran pedas yang beredar di grup-grup media sosial warga Buru Selatan.
Lebih jauh, sejumlah netizen Buru Selatan bahkan menyebut ironi ini sebagai wujud nyata “Perubahan” sesuai dengan visi misi Bupati La Hamidi. “Inilah Perubahan yang dijanjikan. Perubahan yang bukan membawa harapan, tapi membawa kebingungan dan mempermalukan pendidikan,” tulis seorang warganet dengan nada getir.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar soal tata kelola birokrasi pemerintahan. Apakah penerbitan SK di Buru Selatan hanya sekadar formalitas tanpa kajian, atau memang ada permainan yang sengaja dibiarkan? Masyarakat menilai, Dinas Pendidikan Buru Selatan saat ini benar-benar “tidak baik-baik saja.”
Bupati La Hamidi pun tak luput dari sasaran kritik. Alih-alih menghadirkan perubahan yang lebih baik, justru yang muncul adalah kekacauan dan inkonsistensi kebijakan. “Pemerintahan Buru Selatan lagi masuk angin,” tulis komentar lain yang menohok di media sosial.
Situasi ini semakin memperkuat kesan darurat pendidikan di Buru Selatan. Alih-alih memperjuangkan mutu pendidikan dan nasib siswa, pemerintah justru mempertontonkan inkonsistensi yang mengacaukan dunia sekolah. Padahal, kepemimpinan kepala sekolah adalah kunci dalam mengatur jalannya roda pendidikan di tingkat paling bawah.
Tak sedikit warga yang menilai, jika masalah elementer seperti SK kepala sekolah saja bisa kacau balau, bagaimana mungkin pemerintah mampu menjalankan program besar seperti pendidikan gratis, pemerataan tenaga guru, atau peningkatan kualitas sekolah?
Masyarakat kini menuntut Bupati La Hamidi untuk turun langsung, melakukan cross check, dan memberi klarifikasi terbuka. Tanpa langkah tegas, kepercayaan publik terhadap kepemimpinan daerah hanya akan semakin anjlok.
Tak hanya itu, DPRD Buru Selatan pun didesak agar menjalankan fungsi pengawasannya dengan serius. Bahkan, sejumlah suara mulai mendorong interpelasi agar Bupati dimintai pertanggungjawaban atas carut-marut dunia pendidikan di daerah ini.
Pada akhirnya, fenomena dua SK kepala sekolah dalam sehari bukan sekadar kelalaian administratif. Ia adalah potret nyata kegagalan tata kelola pemerintahan yang mengorbankan masa depan generasi muda. Jika ini yang disebut sebagai “Perubahan,” maka masyarakat Buru Selatan hanya bisa bertanya: perubahan ke arah mana?
[Nar’Mar]
.




















