Irenes Tetimelay Kades Berlaga Petugas Agraria

Before content

Tiakur MBD, ambontoday.com – Menjabat Kepala Desa Sera, Kecamatan Pulau Lakor, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) Ireneus M Tetimelay, dalam tugas pemerintahannya mulai takabur dan tidak pro kepada seluruh masyarakat desa Sera namun lebih menjurus ke keluarga atau kelompok tertentu.

Habel Radiena kepada ambontoday.com menyampaikan, pemerintahan desa dibawa kepemimpinan Irenes M Tetimelay, seakan menciptakan kegaduhan didesa, yang mana sistim pemerintahannya hanya mementingkan kepentingan pribadi, keluarga dan kelompok tertentu.

“Kita kaget ketika Kades mengeluarkan suatu keputus tanpa melihat resiko atau dampak dari keputusan itu, misalnya yang terjadi sekarang, ada persoalan lahan yang sudah di selesaikan secara hukum adat, hingga memakan korban jiwa, namun setelah beliau (kedes Irenes-red) mengeluarkan surat keputusan yang sangat tidak rasional, ketika dilihat dari tugas dan fungsi seorang Kades,” ujar Radiena pekan kemarin.

Lanjutnya, lahan tanah yang menjadi objek sengketa antara keluarga Wonmas dan keluarga Tetimelay yang dibeli oleh keluarga Maupula-Maudara, yang telah ditentukan batas-bats baik dari timur, barat, selatan, dan utara.

“Secara kronologis dan historis lahan tersebut sebenarnya persoalan hak kepemilikan telah di selesaikan secara adat pada November 2017 lalu, kedua belah pihak bersepakat melakukan sumpah sopi adat dengan kesepakatan bahwa para pihak dalam tenggang waktu 1 tahun, ada pihak yang mengalami kematian maka pihak tersebut kalah, berjalannya waktu pihak Wonmas tidak ada yang meninggal, tapi justru sebaliknya dari pihak Tetimelay ada yang menjnggal, secra otomatis hak kepemilikan lahan tersebut dimiliki oleh keluarga Wonmas berdasarkan sumpah adat tersebut.

Terlihat kepemimpinan Tetimelay sebagai Kades mulai menimbukkanbketidak adilan serta distorsi sosial yang sangat meresahkan masyarakat dengan mengambil keputusan sendiri tanpa memikirkan dampak bagi masyarakat, dimana lahan tersebut yang sudah dimilik keluarga Wonmas itu, Kades mengeluarkan surat keputusan 141/02/SK/II/2023, atas nama kepala desa bahwa lahan tersebut di kembalikan ke keluarga Tetimelay, dengan alasan itu warisan turun temurun. Tindakan Kades itu membuat pihak keluarga Wonmas dan masyarakat bertanya – tanya, apakah Irenes Tetimelay ini jabatannya Kades tau petugas Agraria. Sehingga dianggap cacat hukum, karena tidak sesuai dengan prosedur yang benar.

Baca Juga  Pastikan Aman, Puluhan Ton Kelapa Parut Siap Dikirim ke Surabaya

“Ketika dilihat dari ketentuan peraturan perundang-undangan, seorang kepala desa tidak memiliki hak mengeluarkan, menetapkan keputusan hak kepemilikan lahan yang di sengketakan, sebab yang memiliki kewenangan dalam mengeluarkan dan menetapkan hak kepemilikan lahan yang di sengketakan adalah pengadilan negeri lewat gugat menggugat para pihak di pengadilan demi mendapatkan keadilan dan kepastian hukum melalui putusan hakim,” kesal Habel.

Jika mengacu pada UU nomor 6 tahun 2014 Bab 5 (lima) pasal 23 tentang desa, yang mengatur penyelenggaraan pemerintah desa berasas tertib kepentingan umum, profesional, proporsional dll, dan pasal 29 mengatur tentang kepala desa di larang : merugikan kepentingan umum, membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, orang lain, kelompok, keluarga, pihak lain, atau golongan tertenu, melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa.

Tindakan sewenang – wenang karena status sebagai Kades, mesti mendapat perhatian khusus dari Bupati MBD Bejamin Thomas Noac untuk mengambil langkah atau tindakan kepada kades tersebut, mengingat sangat meresahkan masyarakat dan mengganggu kamtibmas di desa Sera, karena persoalan ini telah dilaporkan ke pihak kepolisian untuk dilakukannpenyelisukan atas kebenaran kepemilikan lahan tersebut.

“Persoalan ini kami keluarga besar sudah melaporan ke pihak kepolisian, untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, karena yang sekarang menempati lahan tersebut adalah keluarga secara keseluruhan yakni Jemu Kosaplawan, Salo WONMAS, Yunus Tanody, Viktor Frans, Yoseph Palpialy, Romiko Biloro, Nathan Alerbitu, Manisa Miru, Yafet Kosaplawan, Jidon Alerbitu, Oklampadius RADIENA, Absalom Surlialy, Eratus RADIENA, Habel RADIENA, Marthen Maudara, Yohana Agoha, Septinus Loisoklay,” tutup Habel. (AT/RW)