NAMA : SARAH.E.N.LOULOULIA
NPM : 1230658820319002
Ambontoday.com – Kearifan lokal berguna sebagai perekat kedekatan emosial masyarakat dan merasa sebagai satu kesatuan sehingga dapat menjadi benteng pertahanan yang kokoh terhadap berbagai kemungkinan ancaman yang datang dari luar komunitas ). Paradigma pemeringkatan dan meritokrasi dalam dunia pendidikan dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh
Masyarakat sekitar. Prinsip kearifan lokal masing-masing daerah lebih menekankan pada kerjasama dan saling membantu untuk mencapai tujuan yang sama.
Kearifan lokal tercipta dari nilai-nilai positif yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan berfungsi sebagai panduan dan cara menjalani hidup serta sebagai kontrol dalam mengikuti rambu-rambu kehidupan sosial dan juga alam .
Nilai-nilai kerifan lokal dewasa ini telah banyak ditinggalkan. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi akibat dari tidak terbendungnya arus globalisasi dan masih lemahnya sistem penyringan bangsa ini terhadap penangkal dampak negatif. Oleh karena itu, diperlukan sekali penggalian nilai- nilai kearifan lokal yang sesunggunya itulah identitas bangsa. Di Amerika Serikat, upaya untuk saling mengenal antar budaya satu dengan budaya yang lainnya dikeal dengan pendidikan multikultur. Tujuan gerakan pendidikan multikultural tersebut, menurut merumuskan ada empat. Pertama membantu individu memahami diri sendiri secara mendalam dengan mengaca diri dari kaca mata budaya lain.
Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan dimana lautan lebih besar dari pada daratan yang didalamnya terdapat kekayaan kebudayaan yang dimiliki oleh masing-masing daerah itu pertanda bahwa perlu dilestarikan sebagai warisan kebudayaan yang memiliki makna dan arti tersenderi dalam kesatuan masyarakat adat.
Desa tumbur merupakan salah desa adat yang termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan wertamrian kabupaten kepulauan tanimbar kehidupan social kemasyarakatan masih kental dengan adat-istiadat mereka yang dijadikan sebagai wadah tempat berkumpul orang saudara sistem kehidupan yang selalu menjujung tinggi adat istiadat membuat mereka menjadi kuat dari sisi kebudayaan. Kain tenun ikat merupakan salah satu symbol budaya yang sering ditonjolkan pada saat upacara perkawinan dan penyelesaian masalah penganiayaan yang dilakukan oleh para anak muda di desa tumbur tersebut sehingga peran kain tenun ikat bukan sekedar vsimbol tetapi memberikan suatu solusi bagi masyarakat desa tumbur. Melalui kain tenun tradisional tersebut dapat kita lihat kekayaan warisan
Budaya yang tidak saja terlihat dari teknik, aneka ragam corak serta jenis kain yang dibuat. Akan tetapi, dapat juga dikenal berbagai fungsi dan arti kain dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang mencerminkan adat istiadat, kebudayaan, dan kebiasaan budaya (culturalhabit), yang bermuara pada jati diri masyarakat Indonesia (Budiwanti, 2000: 11).
Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar terdiri dari banyak pulau ada yang berpunghuni dan ada juga tidak berpenghuni dengan jumlah total 81 pulau. Dari sisi administrative Kabupaten Maluku Tenggara Barat telah berubah nama menjadi Kabupaten Kepuluan Tanimbar yang terkosentrasi pada gugus pulau tanimbar yang mempunyai luas secara keseluruhan 52.995,20 km2 yang terdiri dari daratan 10.102,92 km2 (19,06 persen) dan wilayah perairan seluas + 42.892 itu berarti setiap desa yang berada di kabupaten kepulauan tanimbar masing-masing memiliki adat istiadat yang berbeda sebagai bentuk kearifan local dan pengkayaan kebudayaan. Tanimbar merupakan salah satu suku yang berkembang ditengah-tengah pusaran peradaban adat istiadat sebagai daerah berada pada pelosok timur Indonesia tepatnya di Kabupaten Kepulauan Tanimbar Provinsi Maluku sebagai daerah yang kaya akan adat dan budaya yang dijuluki sebagai duan dan lolat selalu terpatri dalam setiap relung kehidupan masyarakat adat tanimbar yang telah ada dari kehidupan tempo dolo yang dilestarikan hingga saat ini. Seperti yang dialami oleh masyarakat tumbur kain tenun bukan saja dijadikan sebagai identitas kebudayaan tetapi kain tenun juga menjadi sumber pendapatan bagi setiap pengrajin kain tenun dengan harga yang berviarasi kain tenun sudah menjadi bisnis yang lagi tren di kabupaten kepulauan tanimbar biasanya kain tenun bisa dibuat jas, kemeja, dan dasi bahkan kain tenun sudah dijadikan sofenir pada setiap acara-acara yang berlangsung di kota saumlaki ada juga dijadikan ole-oleh (hadia) bagi para tamu yang hendak berkunjung ke tanimbar.
Desa tumbur juga memiliki keunggulan patung tumbur yang dijadikan sebagai warisan budaya leluhur yang masih dipertahankan selain tenunikat itu berarti desa tumbur merupakan desa yang unik untuk dilkaukan penelitian dari aspek social
Budaya karena nilai budaya desa sempat sebagai identitas dan jati diri. Sejak dulu masyarakat di daerah tumbur sudah mengetahui cara menenun, yaitu mulanya mereka mengambil daun lontar untuk menenun, dengan cara membersihkan daun lontar, yang tinggal serat-serta daun lontar untuk di anyam menyerupai bentuk kain untuk dipakai sebagai penutup tubuh mereka. Menurut mereka pada zaman lampau leluhur orang tumburr tidak memakai cawat seperti di daerah Maluku lainnya tetapi mereka menutup tubuh memakai anyaman daun lontar. Dalam perkembangan, mereka memakai kapas untuk dipintal dan dijadikan benang untuk menenun, karena di Pulau Yamdena kapas banyak tumbuh dan juga pulau-pulau lain di Kepulauan Tanimbar.
Menenun merupakan salah satu budaya kreatif perempuan desa tumbur. Zaman dahulu, semua perempuan desa tumbur bisa menenun. Itu menjadi kemampuan wajib, bahkan perempuan desa tumbur belum boleh menikah kalau belum bisa menenun. Hal yang menjadi salah
Tetapi, seiring dengan kemajuan zaman dan arus modernisasi yang melanda maka kemampuan menenun semakin langka. Hanya ada di beberapa desa di kabupaten kepulauan tanimbar, kemampuan ini merupakan suatu kreatif yang menjadi warisan turun temurun.
Mayoritas perempuan dewasa penduduk tumbur, sangat piawai menenun dengan menggunakan alat tenun tradisional. Sebab sejak umur 15 tahun, mereka diajari cara menenun. Ada suatu filosofi atau tradisi yang dianut di desa tumbur, perempuan desa tumbur jika belum piawai menenun, maka perempuan tersebut secara adat, belum boleh dinikahkan. Karena dianggap belum dewasa. Tenun asal desa tumbur pada umumnya sangat menarik, baik secara warna maupun produknya, akan tetapi keunikan kain tenun desa tumbur dengan kain tenun lainnya di daerah tanimbar sangat berbeda karna bahan-bahan yang digunakan untuk menghasilkan kain tenun berasal dari alam tidak ada campuran bahan kimia seperti benang yang mereka gunakan berasal dari kapas, yang kemudian mereka pintal sendiri dengan menggunakan alat yang masih tradisional, Sedangkan dalam segi warna,
Kain tenun desa tumbur terkenal tidak akan pudar walaupun sering dicuci
Kain tenun di Kain tenun di desa tumbur mempunyai motif garis dan warna menarik. Pada awalnya motif pada tenun desa tumbur hanya berbentuk garis lurik saja, namun dengan berkembangnya zaman, ragam hias motif tenun desa tumbur mengalami perkembangan dengan adanya pengaruh dari hasil pengerajin tenun dari daerah lain yang ada di wilayah tanimbar yang mereka pasarkan di desa tumbur tersebut. Tenun desa tumbur juga dikenal dengan ragam hiasnya yang memiliki arti simbolik tersendiri di masing-masing ragam hias sesuai kepercayaan penduduk. Dapat kita lihat bahwa desa tumbur memiliki ciri khas dalam kain tenunannya baik dari bahan yang digunakan yaitu bersumber dari alam, serta memiliki makna di masing-masing ragam hias tenunnya, namun disayangkan tidak sepenuhnya masyarakat Dusun Sade yang mengetahui secara rinci tentang makna dan fungsi kain tenun desa tumbur tersebut. Para penenun di desa tumbur juga sudah tidak lagi memahami arti dari makna dan fungsi pada kain tenun.
Para Penenun Yang Sekarang
Kebanyakan hanya mengikuti dari orang tua mereka saja tanpa mengetahui makna serta nilai fungsi yang terkandung dari tiap-tiap mempunyai motif garis dan warna menarik. Pada awalnya motif pada tenun desa tumbur hanya berbentuk garis lurik saja, namun dengan berkembangnya zaman, ragam hias motif tenun desa tumbur mengalami perkembangan dengan adanya pengaruh dari hasil pengerajin tenun dari daerah lain yang ada di wilayah Lombok yang mereka pasarkan di desa tumbur tersebut. Tenun desa tumbur juga dikenal dengan ragam hiasnya yang memiliki arti simbolik tersendiri di masing-masing ragam hias sesuai kepercayaan penduduk.
Dapat kita lihat bahwa desa tumbur memiliki ciri khas dalam kaintenunannya baik dari bahan yang digunakan yaitu bersumber dari alam, serta memiliki makna di masing- masing ragam hias tenunnya, namun disayangkan tidak sepenuhnya masyarakat desa tumbur yang mengetahui secara rinci tentang makna dan fungsi kain tenun desa tumbur tersebut. Para penenun di desa tumbur juga sudah tidak lagi memahami arti
Dari makna dan fungsi pada kain tenun. Selain kain digunakan untuk menutup tubuh fungsi yang lain dari kain tenun ditumbur adalah digunakan untuk acara-acara adat seperti pada saat orang mati, keluarga dari orang yang meninggal harus membawa kain tenun, baik dari pihak orangtua sendiri, saudara kandung , keluarga dari pihak bapak atau keluarga dari pihak ibu, ipar. Begitu juga pada saat upacara perkawinan, juga upacara pelantikan kepala desa dan upacara- upacara adat lainnya. Pada umumnya kain tenun bagi masyarakat tumbur dianggap sebagai barang yang cukup berharga.Berbicara tentang sejarah tenun, ternyata menenun telah dilakukan sejak jaman purba. Bahkan ada indikasi muncul sejak jaman Paleolitium. Diperkirakan, menenun yang dilakukan manusia purba terinspirasi dari pengamatan pada jaring laba-laba, sarang burung atau „bendungan‟ yang dibuat oleh berang-berang.
Kain tenun dalam prespektif masyarakat tanimbar sebagai kain adat yang memiliki makna dan arti dalam tatanan pembayaran harta kawin. (AT)