Kekom B DPRD KKT Bantah “Deal” Angka Muluskan Anggarkan Rp34 Milyar UP3

Before content

Saumlaki, ambontoday.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) empat periode yang kini menjabat Ketua Komisi B, Apollonia Laratmase, membantah tegas terkait adanya tudingan tentang dugaan penyuapan atau penerimaan sejumlah uang yang di iming-imingkan agar pihaknya menyetujui menggolkan angka Rp34 milyar guna membayar utang pihak ketiga (UP3) kepada salah satu pengusaha di Bumi Duan Lolat berdasarkan keputusan pengadilan incrach.

“Kalau saya sih tidak. Tidak tahu dengan yang lain,” tandasnya.

Dalam wawancara ekslusif bersama media ini diruang kerjanya, Jumat (14/10), salah satu Srikandi Tanimbar ini, menjelaskan bahwa penganggaran sebesar Rp34 milyar tersebut untuk pembayaran UP3 diusulkan oleh Pemerintah daerah (Pemda) setempat, dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun 2022.

“Saat pembahasan dengan DPRD, kami sudah minta untuk ditunda pembayarannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah,” beber dia.

Namun lagi-lagi, Pemda tetap menyanggupinya dengan tetap mengakomodir pembayaran UP3. Menyikapi itu, DPRD menyetujui, namun diikuti syarat apabila diakomodir untuk membayar, janganlah mengorbankan kepentingan umum, terkhususnya hak-hak para ASN maupun tenaga kontrak daerah serta pelayanan dasar lainnya.

“Dan Pemda sanggupi syarat yang kami ajukan,” katanya yang mengungkapkan usulan pemda itu berdasarkan hasil kesepakatan
tiga pimpinan DPRD yakni mantan Ketua DPRD Jaflaun Omans Batlayeri, Wakil Ketua I Jhon Kelmanutu, serta Wakil Ketua II Ricky Jauwerissa, Penjabat Bupati Daniel E Indey, yang memenuhi undangan resmi yang dilayangkan oleh Inspektur Jendral Kemendagri RI.

Dirinya melanjutkan, pada APBD induk, telah dianggarkan Rp4 milyar, sehingga direncanakan hanya ditambah menjadi genap Rp5 milyar. Namun hal itu tidaklah terlaksana. Pola (sapaan akrabnya), kembali merunut sejarah timbulnya masalah UP3 ini. Dimana pada tahun 2015, terhadap LHP 2014, menyebutkan
bahwa terhadap pekerjaan-pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh pihak ketiga yang diakui oleh Pemda sebagai hutang belum dapat diakui dan diragukan kebenarannya. BPK juga menggurai kesalahan-kesalahan, misalnya ketiadaan dokumen kontrak, dokumen lelang, laporan berita acara pelaksana dan tidak ada satupun dokumen yang menyertakan foto-foto pekerjaan. Bahkan nilai proyek ditetapkan setelah pekerjaan selesai dikerjakan.

Baca Juga  Pleno PKP Maluku Sepakat Lindungi Aleg Tidak di PAW

“Beranjak dari situlah, tahun 2016 pihak ketiga gugat Pemda ke pengadilan dan lahirlah keputusan yang memenangkan pihak ketiga,” ujar dia.

Politisi Gerindra ini, mengatakan saat keputusan inkracht tersebut, akhirnya kemudian BPK meminta pemda mengakomodir, namun dengan sejumlah sangsi. Diantaranya Bupati Maluku Tenggara Barat (MTB) agar memberikan sangsi sesuai ketentuan yang berlaku kepada tim kuasa hukum Pemda yang tidak cermat dalam menangani gugatan perkara UP3. Kemudian Pemda diminta berkoordinasi dengan jaksa pengacara negara untuk menuntut ganti rugi sebesar Rp4.084.528.197,82,- dan memerintahkan TPKD untuk memproses ganti rugi sebesar nilai itu. Dengan menyetor ke kas daerah dengan rincian kelebihan pembayaran ganti rugi inmateril kepada pihak ketiga sebesar Rp3.102.230.099.00,-.

“Tahun 2017, DPRD kan tidak mau, terus digugat lagi. 2018, era ketua DPRD Frangky Limber, pimpinan dan bupati atas permintaan dari BPK, DPRD akhirnya setuju. Oleh BPK diakui sebagai hutang dan sudah dianggarkan. Tetapi kembali tidak ada dokumen, jadi tidak dibayarkan,” ujarnya.

Akan tetapi, amanat Permendagri bahwa, yang namanya Inkracht itu wajib dianggarkan, tetapi sekali lagi DPRD wajib untuk menganggarkan itu namun dibayarkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Apalagi saat ini, dengan kondisi keuangan daerah yang bisa dibilang sementara kolaps ini, apakah angka tersebut harus diakomodir Makanya DPRD harus pertimbangkan dulu, yang rasionalnya seperti apa.

“Kalau bagi saya pribadi, ini kan urusannya Pemda karena yang mengakui dan yang menyanggupi untuk UP3 dibayarkan itu kan Pemda sendiri. Sebenarnya dulu itu kita sempat protes di DPRD karena tadi yang hitungan immaterial itu membengkak dengan nilai fantastis. Tetapi sekali lagi, meski demikian, sudah ada kesanggupan dari Pemda untuk itu diakui dan akan dibayarkan. Pengakuan itu juga terjadi karena memang saat persidangan tentang gugatan immaterial itu dilakukan, DPRD juga tidak dihadirkan atau dilibatkan dalam sidang tersebut,” akhiri Pola. (AT/tim).

Baca Juga  Benhur Minta Masyarakat Jaga Toleransi Selama Bulan Ramadhan