MBD, Ambontodaycom – Pelayanan kesehatan yang ditunjukan oleh pihak puskesmas wonreli terus menuai beragam keluhan dan tanggapan miring dari masyarakat setempat akibat ketidakbecusan dalam melayani masyarakat serta kurangnya ketersediaan obat-obatan, fasilitas serta sarana penunjang kesehatan lainnya.
Tanggapan minor kali ini datang dari salah satu masyarakat desa wonreli yakni, Jhon Rupilu yang mengaku kecewa dengan pelayanan puskesmas rawat inap wonreli. Saat menghubungi Ambontoday.com Rupilu menyesalkan tindakan dari pihak puskesmas.
Menurutnya, saat terjadi kecelakaan tunggal yang menimpa anaknya Hitler Rupilu salah satu siswa SMAN PP. Terselatan pada tanggal 18 agustus lalu, mestinya ada tindakan kuratif yang mestinya dilakukan oleh pihak puskesmas wonreli namun terkesan abai dalam pelayanan.
Bagaimana tidak, Jhon mengisahkan bahwa pada saat terjadi kecelakaan, anaknya (Hitler Rupilu) mengalami luka serius pada bagian belakang kepalanya sehingga tidak sadarkan diri selama 4 hari dan kelihatannya pihak puskesmas hanya bisa melakukan proses penanganan terhadap luka di kepalanya dengan jalan menjahit bagian kepalanya yang sobek kemudian diberikan air infus. Hanya itu yang dilakukan. Bagi Jhon, selaku masyarakat, dirinya bersama pihak keluarga paham sungguh bahwa puskesmas wonreli mengalami banyak sekali keterbatasan baik dari segi obat-obatan, tenaga medis, maupun peralatan sehingga anak mereka tidak bisa tertolong.
Namun yang sangat disesalkan pihaknya adalah, kalau sudah tahu bahwa terdapat banyak kekurangan di Puskesmas tersebut maka sedari awal setelah lukanya dijahit harus segera dirujuk ke Rumah sakit besar seperti ke Kupang atau Ambon sebab saat itu ada angkutan perintis sabuk nusantara 49 yang ke kupang. Namun sama sekali tidak ada perintah/rujukan dari pihak puskesmas.
“Anak kami sempat bertahan 4 hari dan andai saja pada saat itu pihak puskesmas wonreli jujur soal kondisi anak kami dan penanganan puskesmas yang serba terbatas maka kami akan segera tandatangan pernyataan rujukan dan kalaupun terjadi sesuatu di perjalanan atau di tempat lain maka kami keluarga yang bertanggungjawab namun hal ini sama sekali tidak dilakukan oleh pihak puskesmas” ungkapnya.
Hingga lanjut dia bahwa pada hari keempat kondisi anaknya tambah parah karena darahnya telah membeku dan menyebabkan panas tinggi namun kali ini lagi-lagi puskesmas wonreli tidak memiliki obat penurun panas sehingga anaknya dibungkus menggunakan daun pisang guna menurunkan panas layaknya sedang berobat ke dukun kampung.
Bukan itu saja menurut Jhon, alkohol pun sempat tidak ada di puskesmas itu. Kondisinya makin kritis sehingga pihak keluarga berinisiatif memanggil kepala dinas kesehatan dr. Fredrik Bagarai yang kebetulan pada saat itu sedang melakukan kunjungan kerja ke kisar untuk mengecek kondisi anaknya sebab setelah kepalanya dijahit, dan di berikan cairan infus, tidak ada lagi tindakan atau informasi dari medis atau dokter soal kondisi korban.
Setelah memeriksa kondisi korban saat itu, kepala dinas langsung memanggil kedua orang tua korban dan memberitahukan kondisi anaknya yang sudah sangat kritis karena darah di otaknya sudah membeku dan harus dirujuk ke Kupang menggunakan pesawat sehingga medapatkan perawatan yang lebih intens. Mendengar arahan kepala dinas, pihak keluarga langsung bergegas menghubungi pihak pesawat namun belum sempat berhasil melobi pihak pesawat, nyawa anaknya tidak tertolong dan kemudian meninggal pada tanggal 22 Agustus 2018. Sang ayah (Jhon) mengaku kecewa dengan ketidak profesionalan pihak puskesmas.
Dia mengaku seandainya pada saat itu pihak puskesmas dengan jujur memberitahukan kondisi rill korban dan juga keterbatasan yang dialami pihak puskesmas maka pihak keluarga sudah mengambil langkah untuk merujuk korban keluar namun pihak puskesmas sangat tertutup dengan kondisi korban jadi kami pihak keluarga beranggapan masih bisa tertolong di puskesmas namun pada kenyataannya obat alkohol saja tidak ada di puskesmas padahal kami sangat berharap penuh anak kami bisa tertolong di puskesmas. (AT – 010)