Ambontoday.com – Ketua Gerakan Pemuda Islam (GPI Buru Selatan, Maluku, Risman Kilian menghimbau kepada masyarakat untuk berpolitik damai, santun dan sejuk menjelang pilkada serentak 2024.
Himbauan Kilian tersebut disampaikan kepada media, Minggu, 25/8/2029.
Kilian menyampaikan, kedewasaan berdemokrasi bisa diukur dengan terwujudnya praktik politik yang santun, damai dan menyejukkan. Walaupun beda pilihan politik, masyarakat tetap guyub rukun, saling menghargai dan menguatkan toleransi.
“Perlu pendidikan politik yang kontinyu kepada masyarakat untuk mewujudkan kedewasaan berpolitik, sehingga masyarakat bisa merasakan politik yang damai,” ujar Kilian.
Sesama anak bangsa kata Kilian, hendaknya memiliki komitmen yang kuat untuk merawat nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme di tengah pluralitas yang ada.
Menurut Kilian, masyarakat boleh beda pilihan politik, namun tidak perlu saling caci, saling hujat dan saling fitnah, yang membuat semangat kebangsaan tercerabut.
“Dalam pendidikan politik yang damai dan demokrasi yang sehat, memberi kesempatan yang sama dan adil kepada semua anak bangsa untuk tampil menjadi pemimpin bangsa,” ucapnya.
Kata Kilian, tidak perlu ada “cawe-cawe” (rekayasa kotor) dari elit penguasa untuk mendukung calon tertentu dan menghambat calon lain.
Jelasnya, biarkanlah rakyat memilih calon pemimpin terbaik dalam pilihan mereka, karena sejatinya esensi demokrasi ada pada kebebasan rakyat untuk menyalurkan pihannnya, tanpa ada pengaruh dan rekayasa dari kelompok mana pun.
Lanjut Kilian, tensi politik menjelang pilkada Bursel tampaknya semakin tinggi dan terkesan saling hujat antara kelompok yang berbeda pilihan. Terlebih ketika sudah muncul Surat Sakti (Rekomendasi) yang diusung oleh partai politik, muncul hujatan dari kelompok yang tidak suka pada Calon tersebut dengan berbagai dalih dan retorika. Padahal sejatinya penyampaian nama Calon bupati dan wakil bupati.
Ditambahkan lagi dengan berbagai hasil “survey pesanan” pada elektabilitas masing-masing calon bupati dan wakil Bupati Bursel menambah tensi politik semakin tinggi.
“Padahal saat ini sulit rasanya mendapatkan hasil survey yang jujur dan obyektif yang mampu mencerdaskan wawasan politik masyarakat. Karena lembaga survey terkesan melakukan pekerjaan sesuai pesanan politik,” jelasnya.
Lanjut Kilian, jangan karena perbedaan pilihan membuat sesama anak Negeri saling hujat dan saling fitnah. Kedewasaan berpolitik dan berdemokrasi bisa terwujud manakala kita bisa saling menghargai di tengah perbedaan yang ada.
“Para tokoh pendiri bangsa ini sudah memberi teladan betapa indahnya bangsa yang plural ini manakala dikelola dengan semangat toleransi dan kebersamaan di tengah perbedaan,” ujarnya.
Perbedaan agama, budaya, etnis dan pilihhan politik adalah wajah bangsa Indonesia sejak dahulu. Toleransi dan kerukunan menjadi kata kunci merawat bangsa ini menjadi bangsa yang kuat dan besar.
Jelasnya lanjut, tentu diperlukan keteladan dari elit politik saat ini untuk menunjukkan kedewasaan berpolitik yang santun baik d
alam ucapan maupun tindakan.
Lanjutnya, tindakan intoleransi, provokasi dan ujaran kebencian merupakan musuh bersama karena akan merusak nilai-nilai kedamaian. Sejak dahulu para tokoh bangsa ini sudah bekerja keras menanamkan nilai-nilai persatuan dan kerukunan di tengah pluralitas yang ada.
“Bagaimanapun kerasnya perbedaan politik, nilai persatuan dan kerukunan harus tetap dijaga. Tokoh-tokoh bangsa ini, seperti Soekarno, Hatta, Sutan Syahrir,” jelas Kilian.
Kilian mengatakan, Mohammad Natsir telah memberi teladan, betapa pentingnya menjaga kerukunan dan kedamaian di tengah perbedaan yang ada.
“Mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan kelompok dan golongan menjadi esensi penting dalam komitmen mewujudkan pembangunan bangsa,”. Jelasnya.
Kata Kilian, patut direnungkan kembali pesan Mohammad Hatta tentang pentingnya kewaspadaan pada pemgkhianat bangsa yang merusak persatuan dan toleransi di tengah perbedaan.
Bahkan saat ini begitu banyak tokoh politik yang tidak sesuai antara ucapan dengan tindakan. Retorika yang disampaikan seolah mencintai Negeri Fuka Bipolo ini, namun dalam realitanya berpotensi merusak persatuan dengan berbagai kegaduhan yang dibungkus dengan perbedaan kepentingan politik.
Dengan kepentingan politik yang berbeda mereka menyebar ujaran kebencian dan provokasi yang sangat berbahaya bagi persatuan
“Terkadang karena faktor kebencian bisa membuat sesorang begitu mudah membuat pesan yang kasar dan sengaja membuat ujaran kebencian,” jelasnya.
Padahal dampak dari ujaran kebencian akan menimbulkan intoleransi yang sangat berbahaya bagi masyarakat.
Menurutnya, persoalan utama saat ini sesungguhnya dalam proses komunikasi politik, bagaimana mengikis rasa benci antar kelompok yang berbeda pilihan politik.
“Di tengah perbedaan yang ada, sejatinya komunikasi tetap dijaga dengan santun, sejuk dan damai. Jangan karena perbedaan pilihan politik membuat kita saling hujat dan fitnah sesama anak Negeri,” pungkas Kilian. (Biro BurseL)
.