Saumlaki, ambontoday.com – Kunjungan Kerja Presiden Republik Indonesia sejak tahun 1958 oleh presiden pertama Ir. Soekarno hingga tahun 2022 menjadi momen bersejarah ke dua kalinya Tanimbar di gemparkan dengan kehadiran presiden ke – 7 Joko Widodo, Iriana Widodo bersama rombongan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Provinsi Maluku sejak hari Kamis, 01 hingga Jumat, 02/09/22
Fransiskus Ongen Rangkore salah satu tokoh mudah Tanimbar yang menjabat Ketua Kosgoro 1957 KKT saat di konfirmasi lewat telphon seluler menuturkan, Kehadiran Presiden ke – 7 Joko Widodo ini telah mengingatkan kembali kami ke tahun 1958 saat kunjungan kerja Presiden pertama Ir. Soekarno di kalah itu menjadi momen bersejarah bagi seluruh masyarakat di daerah tercinta yang bertajuk bumi Duan – Lolat ini
Sabtu, (03/09)
Kendati demikian, sangat di sayangkan kinerja protokoler Kepresidenan yang berwewenang mengatur semua teknis jalannya kunjungan kerja tersebut namun, telah mengabaikan momen yang sudah menjadi tradisi leluhur sebagai bentuk penghargaan tertinggi bagi tamu terutama sang Presiden saat tiba di bandar udara Matilda batlayeri.
“Yang paling utama di dahulukan ialah ritual adat oleh tua – tua adat yang sudah di siapkan dari desa Lorulung dan desa Tumbur (Omtufu) sekaligus kalau boleh di siapkan busana kebesaran seperti raja besar oleh pihak Pemerinta daerah seperti biasanya bukan hanya pengalungan siyal setelah itu di pentasan tarian adat tersebut., apapun kondisinya hal ini sudah menjadi tradisi wajib dilaksanakan” tegasnya
Hal yang di alami ini benar – benar mengecewakan kami baik yang ada di daerah maupun di tanah rantau yang terlahir sebagai anak Nusantara dengan menjunjung tinggi budaya bukan saja Tanimbar namun daerah lain juga melestarikan budayanya seperti yang di ketahui bersama setiap kunjangan kerja presiden tambahnya
Kecaman keras ini di sampaikan rangkore menjadi koreksi sehingga presiden pun tau kinerja bobrok tersebut karena ritual itu sudah terbukti di lakukan bagi beberapa pejabat yang menginjakan kaki ke kepulauan Tanimbar bahkan di kukuhkan serta di beri nama adat namun telah berbanding terbalik ketika orang nomor satu republik tibah protokoler hanya mengabaikan ritual tersebut bahkan mereka yang pernah mengalaminya juga baik Pejabat Provinsi dan Daerah pun turut diam saja. (AT/SM)