Saumlaki, ambontoday.com – Kemitraan antara lembaga eksekutif dan legislatif merupakan dua lembaga yang mempunyai peranan masing, namun punya satu tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya melalui program kerja eksekutif dan diawasi langsung oleh legislatif.
Kelihatan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) mulai salah mempergunakan kewenangan – kewenangan dari dua lembaga tersebut, hal itu terlihat jelas ketika ada dalam paripurna pembahasan dan penetapan ranperda pengesahan APBD 2024 terlihat dan diduga ada intervensi penjabat Bupati terhadap para pimpinan DPRD.
Dugaan itu terlihat ketika hasil paripurna DPRD tertanggal (30/04/24) yang dihadiri oleh kedua lembaga terhormat itu, dalam paripurna yang dipimpin oleh wakil ketua satu DPRD Jidon Kelmanutu, dalam proses terjadi perdebatan yang luar biasa untuk mempertahankan APBD 2024 ada pada besaran Rp902 Miliar dan paripurna itu menyetujui dengan ketukan palu oleh pimpinan sidang.
Aneh bin ajaib, pasca penetapan APBD 2024 itu tidak langsung disertakan dengan penandatangan berita acara oleh kedua lembaga terhormat itu, tiba-tiba ada pertemuan gelap alias terbatas antara penjabat Bupati Piterson Rangkoratat dan Ketua DPRD Denny Darling Revualu dan wakil ketua dua Riky Jauwerissa di kediaman Bupati. Pertemuan gelap itu menyepakati untuk APBD yang sudah ditetapkan dalam paripurna Rp208 Miliar didongkrak karena kepentingan publik atau kelompok tertentu menjadi Rp913 Miliar.
Kesepakatan gelap itu maka lahirlah Surat keputusan (SK) Ranperda APBD 2024 menjadi Rp913 Miliar dan ditandatangani oleh Denny Darling Revualu dan Riky Jauwerissa, tanpa mempertimbangkan kerja keras bangar dan juga hasil pembahasan KUA PPAS serta penetapan lewat paripurna DPRD, ini kerja yang sangat merugikan rakyat Tanimbar, kenyataannya APBD belum juga jalan normal hingga saat ini.
Terlihat jelas arogan dan otoriternya Denny Darling Revualu dalam rapat paripurna Senin, (13/5/2024) diruang paripurna sementara kawerbotan dengan tegas dan lantang sampaikan bahwa, hasil rapat paripurna dalam menetapkan APBD 2024 di nyatakan sah dengan angka Rp913 Miliar. “Walaupun wakil ketua satu DPRD Jidon Kelmanutu tidak menyetujui”.
“Jadi Kami tetap jalan dengan anggaran yang telah di ditandatangani,” ujar Revualu membuat kaget seluruh anggota DPRD di ruang paripurna.
Sementara, sejumlah anggota DPRD KKT dalam intrupsi, meminta rincian anggaran yang telah di terima oleh Pemerintah Provinsi Maluku ketika melakukan evaluasi kembali dengan tidak mempertimbangkan hasil evaluasi APBD KKT 2024 sebesar Rp.902 Miliar itu, namun pihak pemerintah Provinsi Maluku melakukan evaluasi dobel sesuai SK siluman dengan nilai Rp.913 Miliar, sehingga DPRD dengan fungsi pengawasan dapat mengetahui dari Pos-pos belanja mana yang ditambah, agar proses pengawasannya terarah dan bertanggungjawab demi kesejahteraan rakyat.
Disisi lain, wakil ketua satu Jidon Kelmanutu menyatakan, jika terjadi masalah pada anggaran yang telah ditetapkan ketua dan wakil ketua dua itu maka dirinya tidak akan bertanggungjawab.
“Ke Depan jika ada masalah maka saya tidak bertanggungjawab ya,” singkat Kelmanutu.
Sementara Pejabat Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar Piterson Rangkoratat menyatakan, setelah anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Rp.913 Milyar di setujui dan ditandatangani oleh Ketua dan Wakil Ketua dua DPRD Kepulauan Tanimbar di dalam rapat paripurna istimewa maka dinyatakan sah sesuai aturan yang berlaku.
“Jadi mengenai tarik menarik pada penetapan APBD 2024 sebesar Rp913 miliar bukan urusan pemerintah daerah tetapi itu urusan internal DPRD KKT,” tegasnya.
Pernyataan pejabat Bupati ini sangat miris dan jauh dari fakta yang terjadi, sehingga terkesan bahwa penjabat Bupati Kepulauan Tanimbar mengatur kedua pimpinan DPRD itu tanpa mempertimbangkan keputusan bersama, karena hal itu terang benderang ketika SK Ranperda APBD 2024 di tandatangani sepihak oleh kedua pimpinan DPRD itu. Maka rapat Banggar dengan tim TAPD, kedok tipu muslihat perombakan APBD 2024 yang sudah disahkan lewat paripurna yakni Rp902 Miliar, menjadi perubahan kilat senilai Rp913 Miliar.
Pihak yang berwajib berhak melirik praktek busuk ini, baik kepolisian, kejaksaan, KPK, bahkan lembaga – lembaga pemantau penyelenggaraan negara, agar para oknum – oknum yang mengotak Atik APBD yang sudah ditetapkan lewat paripurna bersama bukan kesepakatan gelap. Agar mereka dapat ditindak sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. (AT/tim)