KPK RI Sebut Ada Niat Jahat Dalam Pembayaran UP3 Pengusaha di KKT

Before content

Saumlaki, ambontoday.com – Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), melalui Ketua Satuan Tugas Direktorat Wilayah V Koordinasi dan Supervisi V KPK Dian Patria, mengatakan kalau dalam pembayaran Utang Pihak Ketiga (UP3) yang telah miliki putusan pengadilan senilai puluhan milyar yang harus dibayarkan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) kepada salah satu kontraktor di Bumi Duan Lolat ada niat jahat didalamnya atau (Mens Rea).

“Setelah saya mendengar penjelasan tadi, untuk pembayaran in materil yang diminta, baiknya pelaku usaha mengalah saja. Pemda kan tidak punya duit sebanyak itu untuk bayar in materialnya, yang penting modalnya dikembalikan,” tandas Dian.

Dirinya berpendapat, misalnya pada salah satu proyek cutting bandara. Yang nilainya hanya Rp700 juta, membengkak hingga Rp9 milyar.

“Ada mens Rea di proyek cutting bandara yang membumihanguskan APBD di KKT,” kata dia yang menegaskan bahwa masalah UP3 ini terlambat diketahui KPK, kalau tidak, maka bisa dilakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Tanggapan Dian Patria selaku Korsup Wilayah V KPK RI, menyikapi penjelasan Ketua Komisi B DPRD KKT Apollonia Laratmase. Yang mengungkapkan terkait masalah UP3 ini, bahwa BPK-RI pernah menolak untuk mengakui kegiatan-kegiatan tersebut diakui sebagai utang untuk dianggarkan. Tetapi kemudian berlanjut setelah inkracht maka BPK-RI minta untuk dianggarkan tetapi tetap secara teknisnya itu dikembalikan dengan mekanisme, baik itu yang sesuai dengan Permendagri, Permenkeu, tata cara membayar, dan lainnya. Jadi memang yang saya tau itu putusan pengadilan tetap dibayarkan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kita merujuk dengan LHP yang pertama disampaikan bahwa di tahun 2015 terhadap LHP 2014 kan BPK-RI sampaikan bahwa terhadap pekerjaan-pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh pihak ketiga diakui oleh Pemda sebagai utang itu belum dapat diakui dan diragukan kebenarannya. Itu LHP yang di tahun 2015. Kemudian nanti di tahun 2016 barulah sudah adanya putusan inkracht dan kemudian keluarlah LHP yang pada saat itu BPK-RI sendiri menyatakan bahwa direkomendasikan kepada Kepala Daerah untuk memberikan sangsi terhadap tim kuasa hukum Pemda karena tidak cermat dalam menangani perkara terhadap utang pihak ketiga. Tidak cermat itu berarti bahwa yang BPK-RI sudah mengurai dari bawah bahwa pekerjaan ini kan dilaksanakan tidak melalui prosedur dan lainnya sehingga seharusnya diberikan sangsi karena dia lalai dan tidak cermat.

Baca Juga  Sahuburua Ajak Masyarakat Menjaga Stabilitas Keamanan Jelang Pilkada

“Jadi waktu itu sudah mau bayar UP3 tapi tahun 2017 itu juga kita belum bisa terima karena merujuk pada stetmen bahwa kuasa hukum Pemda diberikan sangsi atau teguran, makanya kemudian bagaimana kita mau realisasi bayar. Kita berinisiatif waktu itu bahwa coba kita konsultasi dulu untuk minta pendapat BPK-RI lagi dulu sehingga padabtahun 2018 itu karena sudah Inkracht maka BPK-RI menyarankan untuk membuat rekomendasi. Kita patuh akan saran BPK-RI itu karena yang tadi saya katakan bahwa amanat Permendagri bahwa yang namanya Inkracht itu wajib dianggarkan, tetapi sekali lagi DPRD wajib untuk menganggarkan itu namun dibayarkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah,” tandas Pola sapaan akrabnya.

Apalagi saat ini dengan kondisi keuangan daerah yang bisa dibilang sementara kolaps ini. Makanya kita harus pertimbangkan dulu, yang rasionalnya seperti apa. Memang kalau dihitung itu awalnya cutting di bandara itu Rp700 juta, tetapi karena pihak ketiga merasa bahwa sudah adanya kerugian inmaterial karena sudah berapa tahun ini belum dibayarkan. (AT/tim)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan