Ambon, ambontoday.com – The Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) atau Lembaga Wali Amanat Dana Perwalian Perubahan Iklim Indonesia (Trust Fund) – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), bekerjasama dengan USAID mendanai empat (4) kegiatan baru, Program Adaptasi dan Ketangguhan di Indonesia Tengah dan Indonesia Timur.
Dua (2) program diantaranya dilaksanakan di Provinsi Maluku yakni, Program Ketahanan Pangan dan Ekonomi Berbasis Rumah Tangga Rentan untuk Adaptasi dan Ketangguhan Terhadap Dampak Perubahan Iklim.
“Program Ketahanan Pangan dan Ekonomi Berbasis Rumah Tangga Rentan dengan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Lokal dalam Mitigasi Gas Rumah Kaca dan Pemanasaan Global Berbasis Lahan melalui Pengembangan Pertanian Organik di Pulau Saparua, dengan mitra pelaksana Yayasan Tiara Pustaka. Sedangkan Program Adaptasi dan Ketangguhan terhadap Dampak Perubahan Iklim di Kabupaten Aru, dengan mitra pelaksana Yayasan Baileo Maluku,” demikian disampaikan, Executive Director ICCTF – Bappenas, Tonny Wagey kepada pers usai kegiatan Ekspose dan Sosialisasi program ICCTF kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku di aula lantai 6 Kantor Gubernur, Jumat (25/5).
Menurutnya, selain sosialisasi dalam rangka mengiformasikan program kepada berbagai stakeholder dan pemangku kepentingan di Provinsi Maluku, juga langsung melihat progress capaian dari program kegiatan yang telah dilaksanakan yakni, Kecamatan Saparua dan Kepulauan Aru yang menjadi pilot project.
‘’Tadi dari 2 yayasan yang merupakan mitra pelaksana sudah menjelaskan, kegiatannya seperti apa, bagaimana pelaksanaannya, manfaatnya apa dan yang paling terpenting adalah dampaknya termasuk juga tantangannya. Ini yang kami harapkan dari kegiatan ini,” terang Wagey.
Dia mengakui, pihaknya sangat puas dengan hasil pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Baileo Maluku dan Yayasan Tiara Pustaka selaku mitra pelaksana.
Wagey juga memberikan apresiasi kepada Pemprov Maluku yang telah mendukung berbagai program kegiatan yang diluncurkan oleh ICCTF ini.
“Selama ini, saya hanya mendengar laporan dari Pak Ulis (Ketua Yayasan Tiara Pusaka dan ibu Vivi Marantika (Ketua Yayasan Baileo Maluku). Baru pertama kali saya berada di sini (Maluku) dan tanggapan stakeholder dan pemangku kepentingan disini terlihat mereka sangat tertarik. Mudah-mudahan kegiatan ini bisa diterima oleh Pemprov Maluku menjadi program mereka tapi juga oleh kelompok-kelompok lain,” bebernya.
Berkaitan dengan anggaran yang digelontorkan oleh ICCTF, Wagey menyebutkan, Yayasan Tiara Pusaka memperoleh dana sebesar 2 milyar rupiah dan Yayasan Baileo Maluku sebesar 1 milyar. Untuk itu, dirinya berharap pendampingan terhadap petani terus dilakukan meski program ini telah selesai dilaksanakan.
“Ini yang menjadi tolak ukur keberhasilan kami. Kalau programnya sudah selesai secara proyek oleh ICCTF tetapi pendampingan harus terus dilanjutkan oleh kedua yayasan ini secara berkelanjutan sampai petani itu bisa mandiri. Mungkin saja kedepan akan ada bantuan dari luar, sehingga dampaknya terhadap petani akan lebih baik,” tandasnya.
Namun demikian, dirinya berharap, ada keberlanjutan setelah project dari program ini selesai bisa dilanjutkan oleh Pemerintah Daerah.
“Kalau ini berkelanjutan dan didukung pemerintah daerah, kegiatan yang sudah dijalankan 2 yayasan ini bisa djadikan percontohan bagi daerah atau provinsi lainnya,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua Yayasan Tiara Pusaka, Julius Mataheru berharap semoga ICCTF selaku penyandang dana dapat memberikan dukungan, minimal terciptanya kemandirian petani.
“Kami berharap ICCTF masih terus memberikan dukungan sampai petani ini bisa mandiri artinya masyarakat Maluku sudah berdiri di kaki sendiri,” harap Mataheru.
Ketua Yayasan Tiara Pustaka sendiri, sebut Mataheru, melaksanakan kegiatan pengembangan pertanian organik di Pulau Saparua diantaranya, Negeri Haria, Paperu, Tuhaha, Mahu, Ihamahu dan Ouw, berupa budidaya tanaman hortikultura dan tanaman pala organik, pembuatan pupuk dan pestisida organik untuk mendukung pertanian organik akan terus dikembangkan bagi petani-petani yang belum terlibat.
“Berkaitan dengan program ini, kedepan kita akan bicakan dengan Pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten, khususnya Dinas Pertanian yang bertalian dengan keberlanjutan program ini bagi petani,” kata Mataheru.
Menurutnya, program yang telah disepakati pelaksanaanya selama 18 bulan dan akan berakhir di bulan Juni mendatang akan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, sehingga ketika program ini selesai dilaksanakan, yang diharapkan petani telah mandiri.
“Saat ini sudah nampak kemandirian petani. Cuma karena faktor cuaca yang membuat petani sedikit merasa tergoncang yang berdampak pada pendapatan mereka menurun drastis. Ini yang menyebabkan kita tetap melakukan pendampingan,” paparnya.
Ketua Yayasan Baileo Maluku, Vivi Marantika juga mengatakan, hasil kajian nasional menyatakan, Kepulauan Aru adalah salah satu kabupaten kepulauan yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, sehingga dianggap strategis dan sangat penting mengapa Kepulauan Aru masuk dalam program ini.
“Kita bekerjasama dengan masyarakat dan potensi budidaya kepiting (Desa Laulau dan Kobraur), budidaya teripang untuk ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi sangat potensial untuk dikembangkan,” ungkap Marantika.
Ini membutuhkan keseriusan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten untuk lebih mengembangkan potensi yang sudah ada. Ditambah pengalaman masyarakat yang sudah mengembangkan budidaya ini, sehingga bisa menjadi model mata pencaharian yang adaptif.
“Mata pencaharian adaptif, karena didukung 96 persen wilayah ini adalah laut. Dan kami akan serahkan dokumen rencana strategis di desa dan peraturan desa untuk pengembangannya kedepan,”tandasnya.(AT – 007)