AMBON, Ambontoday.com- Perkara Tindak Pidana Korupsi pengadaan tanah bagi pembangunan PLTMG 10 MW di Pulau Buru yang oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku yang telah menetapkan Fery Tanaya sebagai tersangka dan t ditahan sejak tanggal 26 April 2021 sebenarnya sudah menjadi opini publik.

Henry S. Lusikooy, SH.,MH selaku kuasa hukum Fery Tanaya menyampaikan, perkara tersebut membuat publik bertanya – tanya ada kepentingan apa dibalik perkara ini karena hampir empat tahun masyarakat Maluku khususnya masyarakat kota Ambon telah dipertontonkan dengan suatu tontonan yang sangat menggelikan.

“Dapat saya katakan sebagai ; KEDIKTATORAN TERSELUBUNG DAN OVER KRIMINALISASI OLEH OKNUM PENEGAK HUKUM KEJAKSAAAN TINGGI MALUKU DALAM PROSES PENYIDIKAN DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
Saya yakin masyarakat Maluku sudah tau bahwa yang mereka tonton selama ini adalah sebuah komedi yang aktor – aktornya adalah badut – badut bertopeng penegak hukum, dan untuk membuat masyarakat Maluku tidak hanya tertawa tetapi bisa juga dijadikan sebagai bahan perenungan terhadap bentuk penegakan hukum di negara tercinta ini, saya membuat kajian ini juga sebagai catatan sejarah penegakan hukum yang sangat mengerikan bagi masyarakat yang mendambakan proses penegakan hukum dapat dilakukan oleh para penegak hukum yang berperi kemanusiaan serta sedikit mempunyai rasa takut akan Tuhan,” tuturnya belum lama ini di Ambon.

Dikatakan, perkara penyidikan ini telah terjadi over kriminalisasi adalah perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum yaitu PLTMG 10 MW ( Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas ) tahun anggaran 2016 di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku.

Menurutnya, Oknum-oknum penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku, menjalankan tugasnya di wilayah hukum Provinsi Maluku dengan menggunakan topeng penegak hukum untuk mengubah, memaksa suatu perbuatan yang bukan pidana menjadi perbuatan pidana.

“1). Penyidik menetapkan klien saya (Fery Tanaya) sebagai tersangka dalam proses penanganan perkara masih dalam tahap penyelidikan. Sehingga bentuk kediktatorannya adalah penyidik menabrak Putusan Mahkamah Konstunsi Nomor 130/PUU-XIII/2015, tanggal 11 Januari 2017 dan Hukum Acara Pidana serta segala bentuk aturan lain yang telah menetapkan bahwa penetapan tersangka hanya berlaku dalam ruang lingkup penyidikan.

2). Untuk memenuhi unsur “melawan hukum” dalam Pasal 2 (1) dan Pasal 3 UU No.31 th 1999 beserta perubahannya. Penyidik telah mengkriminalisasi aturan guna memenuhi unsur tersebut, antara lain :

a. Penyidik merekayasa Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi “Tanah hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai asal konversi Barat, yang jangka waktunya akan berakhir selambat-lambatnya pada tanggal

24 September 1980, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960, pada saat berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara”.

“Bahwa rekayasa yang dimaksudkan adalah karena tanah yang dikuasai langsung oleh Negara sebagaimana yang digaris bawahi tersebut, dikriminalisasi oleh diktator oknum penyidik Kejati Maluku dengan mengubah maknanya menjadi Tanah Milik Negara, padahal arti sebenarnya dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah bukan tanah milik negara sebagaimana yang direkayasa tersebut, melainkan arti sebenarnya adalah tanah yang belum dilekati hak atau disebut tanah negara, dengan dasar hukum kebenarannya adalah sebagai berikut :

  • Tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah TANAH NEGARA sebagaimana Pasal 1 butir 2 Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
  • Tanah Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah sebagaimana Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
  • Kata dikuasai oleh Negara bukanlah dimiliki oleh negara, Sebagaimana Undang- Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-dasar Pokok Agraria, dalam Penjelasan umum Angka Romawi II bagian (2) dijelaskan bahwa bahwa dikuasai dalam pasal tersebut bukanlah berati dimiliki.

b. merekayasa bahwa sdr Fery Tanaya tidak berhak menerima ganti rugi atas tanah karena tanah tersebut adalah tanah ASET milik Negara, padahal sama sekali secara fakta tanah tersebut belum menjadi aset Milik Negara karena belum tercatat sebagai aset milik negara dimana belum pernah ada sertipikat hak pakai atau hak pengelolaan atas nama Pemerintah RI, Pemerintah Daerah maupun BUMN yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, Pasal 49 ayat (1) yang berbunyi “Barang Milik Negara/Daerah yang berupa tanah yang dikuasai pemerintah pusat / daerah harus disertipikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia / Pemerintah Daerah Yang bersangkutan.
c. merekayasa bahwa sdr Fery Tanaya tidak berhak menerima ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum karena tanah tersebut bukan milik Fery Tanaya melainkan milik Negara,” paparnya.

Dia juga menyampaikan, Bahwa Fery Tanaya tidak berhak menerima ganti rugi adalah kebohongan besar yang dibuat-buat penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku, karena kebenarannya secara hukum adalah Fery Tanaya berhak menerima ganti rugi, sesuai :

1). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
2). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan tanah Bagi Pembangunan Untuk kepentingan Umum.
3). Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan tanah Bagi Pembangunan Untuk kepentingan Umum.
4). Peraturan presiden Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan tanah Bagi Pembangunan Untuk kepentingan Umum.
5). Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015 tentang perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan tanah Bagi Pembangunan Untuk kepentingan Umum.
6). Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan tanah Bagi Pembangunan Untuk kepentingan Umum.
7). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
8). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.

9). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.

“Pasal-Pasal paling jelas yang mengakomodir Fery Tanaya selaku pihak yang berhak menerima pembayaran ganti rugi dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pada :

  • Pasal 16 berbunyi

Pendataan awal lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b meliputi kegiatan pengumpulan data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah.
– Pasal 17 ayat (1) berbunyi

Pihak yang berhak berupa perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, atau instansi pemerintah yang memiliki atau menguasai Obyek Pengadaan Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
– Pasal 17 ayat (2) berbunyi

Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemegang hak atas tanah;
b. pemegang hak pengelolaan;
c. nadzir untu tanah wakaf;
d. pemilik tanah bekas milik adat;
e. masyarakat hukum adat;
f. pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik;
g. pemegang dasar penguasaan atas tanah; dan/atau
h. pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.
– Pasal 25 ayat (1) berbunyi

Pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf h berupa perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, atau instansi pemerintah yang memiliki bukti yang diterbitkan oleh pejabat berwenang yang membuktikan adanya penguasaan atas bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.
– Pasal 25 ayat (2) berbunyi

Dasar kepemilikan bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengah tanah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan alat bukti berupa :
a. Ijin Mendirikan Bangunan dan Bukti fisik bangunan;
b. Surat Pernyataan Penguasaan Fisik; atau
c. bukti tagihan / pembayaran listrik, telepon, atau perusahan air minum, dalam 1 (satu) bulan terakhir.

  • Pasal 23 ayat (1) berbunyi
    Pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf f berupa perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, atau instansi pemerintah yang secara fisik menguasai, menggunakan, memanfaatkan dan memelihara tanah negara secara turun temurun dalam waktu tertentu dan / atau memperoleh dengan cara tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.

  • Pasal 26 berbunyi

Dalam hal bukti kepemilikan atau penguasaan sebidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 tidak ada, pembuktian pemilikan atau penguasaan dapat dilakukan dengan bukti lain berupa pernyataan tertulis dari yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari paling sedikit 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua, baik dalam kekerabatan vertikal maupun horisontal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar sebagai pemilik atau menguasai sebidang tanah tersebut.

=
d. Penyidik menolak fakta hukum bahwa sdr Fery Tanaya telah menguasai tanah selama 30 Tahun sehingga memiliki hak atas objek tanah sebagaimana di atur pada :

  • Pasal 1963 KUHPerdata yang berbunyi :
    Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk dengan suatu besit selama dua puluh tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan lewat waktu.

Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama tiga puluh tahun memperoleh hak milik tanpa dipaksa untuk menunjukan alas haknya
Selain itu, sambungnya, Pasal 1965 KUHPerdata yang berbunyi :

Itikad baik harus selalu dianggap ada, dan barangsiapa mengajukan tuntutan atas dasar itikad buruk, wajib membuktikannya.
– Pasal 1967 KUHPerdata yang berbunyi :
Semua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjukan adanya lewat
waktu itu, tidak usah menunjukan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk.

  • Pasal 24 ayat (2) PP RI No.24 Th 1997 ttg Pendaftaran Tanah :
    Dalam tidak ada atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1), pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat :
    a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;

b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

c. Penyidik menjadikan sdr Fery Tanaya seorang swasta selaku tersangka Korupsi, padahal yang bersangkutan bukanlah petugas Negara yang memiliki kewenangan karena jabatan atau kedudukan sebagaimana unsur Pasal 3 UU No.31 th 1999 beserta perubahannya. Bahkan sdr Fery Tanaya disangkakan dengan Pasal 55 KUHPidana karena turut membantu, sedangkan subjek penanggung jawab perkara pokok yaitu PLN tidak bersalah, sehingga kriminalisasi yang dilakukan oleh penyidik sudah terlalu kontras karena pelaku perkara pokok dalam hal ini pihak PLN tidak terbukti melakukan kejahatan Korupsi dalam pembayaran kepada sdr Fery Tanaya, akan tetapi sdr Fery Tanaya disangkakan membantu kejahatan Korupsi. Yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang dibantu kejahatannya oleh sdr Fery Tanaya.

d. Pembayaran ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan, bukanlah sdr Fery Tanaya seorang diri, melainkan banyak subjek penerima ganti rugi, bahkan ada subjek penerima yang status tanahnya juga masih hak kolonial, akan tetapi kediktatoran penyidik kejaksaan tinggi Maluku sehingga memakai sistem tebang pilih, karena sdr Fery Tanaya seorang pengusaha sehingga yang bersangkutan ingin ditebang sebagaimana pasal 18 (1), (2) dan (3) UU No 31 Tahun 1999 yang disangkakan penyidik kepada sdr Fery Tanaya.

e. Kriminalisasi selanjutnya yang dilakukan penyidik Kejaksaan tinggi Maluku, adalah meminta pihak BPKP Propinsi Maluku melakukan audit kerugian keuangan Negara, padahal penyidik kejaksaan sama sekali belum memperoleh bukti sertipikat atau data aset negara yang menyatakan tanah tersebut adalah tanah milik negara. Bahkan hingga saat ini sengketa kepemilikan tanah masih sementara bergulir secara keperdataan di Pengadilan Negeri Namlea.
f. Bahwa tempus/waktu pembayaran ganti rugi tanah kepada sdr Fery Tanaya adalah tahun 2016 tapi penyidik kejaksaan tinggi maluku melakukan penilaian hak atas tanah kepada sdr Fery Tanaya hanya sebatas tahun 1979, dengan mengabaikan peraturan-peraturan tambahan, peraturan perubahan dan peraturan-peraturan pertanahan lain yang telah berkembang sejak tahun 1979 hingga tahun 2016, dimana ada aturan hukum perdata maupun hukum pertanahan yang mengatur tentang penguasaan tanah secara fisik selama 20 tahun dan 30 tahun yang menguntungkan bagi sdr Fery Tanaya.
g. Penyidik merekayasa adanya kerugian negara karena penyidik menilai pihak PLN seharusnya tidak perlu membayar untuk memakai tanah tersebut karena dinilai tanah tersebut adalah milik Negara, dimana penyidik mengesampingkan aturan perolehan tanah negara menjadi tanah milik negara yaitu pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 2014 tentang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, pada :
– Pasal 2 ayat (1) Barang Milik Negara/Daerah Meliputi :
a. Barang yang dibeli atau diperolah atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara / Daerah; dan
b. Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
– Pasal 2 ayat (2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. barang yang diperoleh dari hibah / sumbangan atau yang sejenis;
b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
c. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” tutupnya. (AT-009)

Print Friendly, PDF & Email
Spread the love