Oleh: JULIUS R. LATUMAERISSA
Dosen dan Konsultan Perencanaan dan Keuangan Daerah
Dalam postingan kemarin saya mencoba mengangkat aspek KEADILAN SOSIAL – EKONOMI di Maluku. Pada bagian ini saya akan memberikan sedikit pandangan tentang salah satu faktor yang menurut saya adalah penyebab KEMISKINAN dan PELAMBATAN PEMBANGUNAN di Maluku.
Kita semua tahun bahwa dari sebelas Kabupaten/Kota di Maluku ada 9 kabupaten/kota yang memiliki persoalan KORUPSI yang cukup tinggi, demikian juga Maluku termiskin ketiga di Indonesia, Pengangguran yang tinggi juga dan lain sebagainya. Kita juga tahu banyak bahwa terkadang ada pihak yang melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum yang merugikan masyarakat dan daerah. Disisi lain ada kecendrungan masyarakat yang tidak patuh kepada aturan dan atasan, dipihak lain para pejabat daerah disemua lini pemerintahan, cendrung bersikap PATERNALISTIS terhadap bawahan dan masyarakat. Hal ini menurut saya adalah SAHAM semua pihak dalam menyuburkan KETIDAK DISPILINAN SOSIAL di masyarakat.
Bagi saya semua bentuk pelanggaran aturan dengan sengaja atau tidak oleh oknum tertentu maupun pelanggaran aturan noramatif baik norma agama, sosial masyarakat, dan juga aturan adat di Maluku ini yang saya sebut MALUKU PROVINSI LUNAK. Istilah ini saya gunakan untuk memberikan gambaran bahwa ketidak patuhan masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan berbagai aturan hukum yang ada adalah ciri dari daerah atau provinsi Maluku (ketidakpastian dalam melaksanakan dan menegakan hukum dan kebenaran, korupsi, pelanggaran atas hukum adat yang berlaku) dan lain sebagainya.
Akibat KELUNAKAN ini maka akan menjadi lahan basah untuk semua pihak mencari keuntungan-keuntungan pribadi terutama bagi mereka yang MAMPU dan BERKUASA, yaitu mereka yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan ekonomi, politik, dan sosial tetapi juga oleh sekelompok masyarakat terutama pada lapisan-lapisan bawah. KELUNAKAN ini menurut saya tidak ada kaitannya dengan aspek MORALITAS orang Maluku, sebab kelunakan ini tidak terletak dalam diri masyarakat Maluku yang diwarisinya secara BIOLOGIS, tetapi lebih mengarah kepada warisan HISTORIS.
Kita semua jika memang berkomitmen untuk MAJU maka persoalan KELUNAKAN atau KETIDAK DISIPLINAN SOSIAL ini harus kita akui dengan jujur dan mau berubah. Dalam menegakan KEDISIPLINAN atau usaha untuk mengatasi KELUNAKAN di atas maka kita tidak boleh KOMPROMISTIS dan DIPLOMATIS, tetapi harus KONKRIT dan TEGAS. Kebijakan yang bersifat KOMPROMISTIS dan DIPLOMATIS menurut saya sangat TIDAK ILMIAH dan itu saya katakan KEBIJAKAN IMPOTEN.
Ini salah satu tantangan dan agenda pembangunan bagi pemerintahan MURAD-ORNO. Mereka harus mampu untuk membangun kedisiplinan sosial di Maluku dengan baik dan harus diagendakan dalam rencana pembangunan tahunan dan lima tahunnya. Bagaimana pemerintahan baru di Maluku mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan rangsangan-rangsangan yang konstruktif, edukatif, tanpa mengabaikan aturan-aturan adat dan kebiasaan positif yang secara turun temurun sudah diwariskan oleh para leluhur.
Saya percaya bahwa tanpa DISIPLIN SOSIAL yang besar di masyarakat Maluku, maka Maluku tidak akan mengalami KEMAJUAN yang berarti dan signifikan. Disiplin sosial tidak akan terwujud jika tidak diikuti dengan aturan-aturan hukum yang TEGAS dan KERAS. Hal ini harus dimulai dari bagaimana pemerintahan MURAD-ORNO mampu menunjukan sikap kepemimpinan yang BERSIH dan KONSISTEN dalam menegakan aturan yang ada. Sesungguhnya menurut saya HUKUM sama dengan KEKERASAN,
Mengapa harus TEGAS dan KERAS, karena kebijakan-kebijakan pembangunan di Maluku dalam catatan saya lebih banyak bersifat MANISAN daripada CAMBUK. Hal ini kembali kepada pendapat saya di atas bahwa ini semua adalah WARISAN HISTORIS dan BUKAN warisan BIOLOGIS orang Maluku.