Ambontoday.com, Ambon.- Polemik kepemimpinan Saniri Negeri Urimessing semakin memanas setelah Yance Melian Alfons, mantan Kepala Dusun Tuni dari Soa Sima, mengungkapkan bahwa Ketua Saniri Negeri Urimessing saat ini berasal dari Marga Waas, yang diketahui berasal dari Negeri Hutumuri.
Menurut Yance, pengangkatan Ketua Saniri dari Marga Waas adalah kesalahan besar karena secara adat, Saniri Negeri harus berasal dari anak adat Negeri Urimessing yang memiliki hak asal-usul, hak ulayat, dan keterikatan sejarah dengan negeri tersebut.
Ia menilai bahwa keberadaan Ketua Saniri dari luar Negeri Urimessing adalah ilegal dan berpotensi merusak tatanan adat yang telah dijaga sejak lama.
“Saniri Negeri adalah lembaga adat yang harus dipimpin oleh anak adat asli Urimessing. Jika ketua Saniri berasal dari negeri lain seperti Hutumuri, maka kepemimpinan Saniri menjadi tidak sah, dan ini berpotensi merusak tatanan adat yang telah berjalan turun-temurun,” ujar Yance Melian Alfons.
Sejarah Kepemimpinan Adat di Negeri Urimessing :
Sebagai perbandingan, Yance menegaskan bahwa kepemimpinan adat di Negeri Urimessing selalu dipegang oleh anak adat yang memiliki garis keturunan jelas, seperti Jozias Alfons (alm.), yang pernah menjabat sebagai Kepala Soa Besar Negeri Urimessing dari tahun 1915 hingga wafat pada 1944.
Bahkan, Jozias Alfons juga menjabat sebagai Wakil Pemerintah Negeri Soya untuk Urimessing, yang menunjukkan bahwa kepemimpinan di negeri ini tidak bisa sembarangan diserahkan kepada orang luar.
Hingga saat ini, keturunan Jozias Alfons masih tinggal di Dati Telagaradja, petuanan Negeri Urimessing, dan memiliki: 4 Egendom (tanah hak milik) serta 8 Pusaka adat.
Hak atas 20 Dusun Dati yang tetap eksis meskipun pernah dinyatakan lenyap oleh Pemerintah Negeri Urimessing pada tahun 1850.
Dati Lenyap yang Dinyatakan oleh Pemerintah Negeri Urimessing Tahun 1850 terhadap Estefanus Watimena
Salah satu poin krusial dalam sengketa kepemimpinan adat ini adalah pernyataan mengenai status “Dati lenyap” yang dinyatakan oleh Pemerintah Negeri Urimessing pada tahun 1850, berdasarkan dokumen yang dihadirkan oleh pihak Tisera dalam sidang perkara No. 62/Pdt.G/2015/PN.Amb di Pengadilan Negeri Ambon.
Dalam dokumen tersebut, Pemerintah Negeri Urimessing menyatakan bahwa 20 Dusun Dati yang dulunya dikuasai oleh Estefanus Watimena telah lenyap dan tidak lagi diakui sebagai milik keluarga tersebut. Keputusan ini menunjukkan bahwa klaim Estefanus Watimena terhadap tanah-tanah tersebut tidak lagi memiliki dasar hukum adat maupun administrasi negeri.
“Jika tanah yang diklaim oleh pihak tertentu sudah dinyatakan lenyap sejak 1850 oleh Pemerintah Negeri, lalu bagaimana mungkin hak tersebut masih diklaim saat ini? Ini membuktikan bahwa ada kepentingan tertentu yang ingin menguasai tanah yang sudah tidak lagi menjadi haknya,” ujar Yance Melian Alfons.
Dugaan Kepentingan Terselubung :
Muncul dugaan bahwa pengangkatan Ketua Saniri dari Marga Waas ini memiliki kepentingan terselubung yang mengancam hak-hak masyarakat adat Urimessing.
“Kami khawatir ada skenario untuk melemahkan hak-hak adat Urimessing dan membuka jalan bagi pihak luar untuk menguasai tanah adat negeri ini. Jika ini dibiarkan, maka generasi mendatang akan kehilangan hak atas tanah adat mereka,” tegas Yance.
Langkah-Langkah yang Akan Ditempuh :
Sebagai bentuk perlawanan terhadap pengangkatan Ketua Saniri dari Marga Waas, Yance bersama para pemangku adat Urimessing akan melakukan beberapa langkah berikut:
1. Mengajukan Mosi Tidak Percaya kepada Pemerintah Kota Ambon untuk mengevaluasi dan mencopot Ketua Saniri yang dianggap tidak sah.
2. Mengadakan Musyawarah Adat Besar dengan melibatkan kepala-kepala soa dan pemilik hak ulayat.
3. Mengajukan laporan resmi ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) untuk menuntut tindakan tegas dari pemerintah.
4. Menggugat secara hukum jika ditemukan pelanggaran prosedur dalam pengangkatan Ketua Saniri.
“Kami tidak akan tinggal diam. Negeri Urimessing harus dikembalikan kepada anak adatnya yang sah. Jika tidak ada tindakan, masyarakat adat siap melakukan langkah tegas untuk mempertahankan haknya,” pungkas Yance Melian Alfons.
Kini, masyarakat adat Urimessing menanti respons dari Pemerintah Kota Ambon terkait tuntutan ini. Jika tuntutan tidak dipenuhi, bukan tidak mungkin akan terjadi aksi besar-besaran dari pemilik hak ulayat dan anak adat Urimessing untuk mengembalikan kepemimpinan adat yang sah.