Ambontoday.com, Ambon.- Pemerintah Provinsi Maluku menggelar rapat diam-diam di saat hari libur bersama Buke Tisera, membahas kelanjutan proses pembayaran ganti RSUD Haulussy Kudamati Ambon tahap ketiga. Rapat pada Sabtu 22 Juli 2023 itu tertuang dalam Surat Undangan Rapat nomor 100.3.11.2/200 yang ditandatangani oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Maluku, Ir. Habiba Saimima,M.,Si dan Plt.Kepala Biro Hukum, Hendrik R Herwawan, SH. MH.
Hal ini dibenarkan salah satu sumber terpercaya di Kantor Gubernur Maluku yang menjelaskan bahwa rapat tersebut membicarakan tentang rencana kelanjutan pembayaran ganti rugi RSUD Haulussy Kudamati Ambon tahap ketiga kepada Yohanes Tisera alias Buke Tisera.
Padahal sebelumnya, pada beberapa bulan kemarin, terdapat surat Telaah yang dibuat oleh Biro Hukum Setda provinsi Maluku yang menjelaskan bahwa ada terjadi kesalahan dalam pembayaran ganti rugi RSUD Haulussy.
Pemprov Maluku Tidak Paham
Terhadap proses pembayaran ganti rugi RSUD Haulussy Kudamati Ambon selama ini kepada Buke Tisera, Pemprov Maluku dinilai salah paham dan salah mengartikan putusan pengadilan nomor 38/Pdt.G/2009/PN.Ab jo nomor 18/PDT/2011/PT.Mal jo nomor 1385.K/PDT/2013 jo nomor 512.PK/PDT/2014, dimana Surat Penyerahan tertanggal 28 Desember 1976 yang dijadikan Buke Tisera sebagai dasar hukum kepemilikan lahan RSUD Haulussy dalam putusan perkara di atas telah dibatalkan oleh Pemerintah Negeri Urimessing pada tahun 1983, yang diperkuat dengan Keputusan Pemerintah Desa Urimessing tahun 1994, kemudian di tahun 2011 oleh BPD Desa Urimessing dan terakhir melalui Keputusan Saniri Lengkap Negeri Urimessing dan Saniri Rajapati bersama Raja Negeri Urimessing pada 2013.
Seluruh keputusan pembatalan terhadap surat penyerahan 28 Desember 1976 yang dijadikan dasar oleh Buke Tisera tersebut juga telah dikuatkan oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap nomor 62/Pdt.G/2015/PN.Amb jo nomor 10/PDT/2017/PT.Amb jo nomor 3410.K/PDT/2017, yang mana dalam amar putusannya menyatakan, “Surat peyerahan 6 (enam) potong Dusun Dati dari anggota saniri negeri Urimessing kepada Hein Johanis Tisera tertanggal 28 Desember 1976 adalah Cacat Hukum”
Bahwa putusan-putusan tersebut adalah merupakan kelanjutan dari sebuah proses hukum yang panjang dimana pada tahun 1980 dalam perkara perdata nomor 656/1980/Perd.G/PN.Ab jo nomor 100/1982/PDT/PT.Mal jo nomor 2025.K/PDT/1983, Majelis Hakim juga telah membatalkan surat penyerahan 2 (dua) potong Dati yaitu, Dati Batubulan dan Dati Talagaradja dari anggota saniri negeri urimessing kepada Hein Johanis Tisera (Ayah Buke Tisera) tertanggal 1 Juli 1976.
Kedua putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap ini jelas-jelas membuktikan bahwa, 2 (dua) surat penyerahan yang diklaim sebagai dasar kepemilikan oleh Yohanes Tisera alias Buke Tisera yang adalah keturunan dari Hein Johanis Tisera, adalah surat-surat penyerahan yang cacat di mata hukum.
Putusan Non Executable
Pemerintah Provinsi Maluku khususnya Biro Hukum mestinya harus paham dan belajar banyak tentang bagaimana menindaklnajuti putusan yang bersifat Deklaratoir. Putusan pengadilan nomor 38/Pdt.G/2009/PN.Ab jo nomor 18/PDT/2011/PT.Mal jo nomor 1385.K/PDT/2013 jo nomor 512.PK/PDT/2014, jelas-jelas bersifat Deklaratoir (non eksekusi), bahkan dalam amar putusannya pun tidak ada perintah pembayaran ganti rugi kepada Buke Tisera, lalu bagaimana mungkin Pemprov Maluku menjadikan itu sabagai acuan pembayaran ganti rugi, atas dasar apa.?
Dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalm Empat Lingkungan Peradilan pada halaman 104 menjelaskan tentang Putusan Non Executable, disana menjelaskan.
1. Suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dinyatakan non eksekutabel oleh Ketua Pengadilan Negeri, apabila.
a. Putusan yang bersifat Deklaratoir dan Konstitutif
b. Barang yang akan di eksekusi tidak berada di tangan Tergugat/Termohon eksekusi.
c. Barang yang akan di eksekusi tidak sesuai dengan barang yang disebutkan di dalam amar putusan.
d. Amar putusan tersebut tidak mungkin untuk dilaksanakan.
e. Ketua Pengadilan Negeri tidak dapat menyatakan suatu putusan non eksekutebel, sebelum seluruh proses /acara eksekusi dilaksanakan, kecuali yang tersebut pada butir a.
Penetapan non eksekutebel harus didasarkan pada berita acara yang dibuat oleh juru sita yang diperintahkan untuk dilaksanakan (eksekusi) putusan tersebut.
Menanggapi rapat diam-diam Pemprov Maluku dan Buke Tisera terkait rencana lanjutan pembayaran ganti rugi RSUD Haulussy tahap 3 itu, Evans Reynold Alfons, pemilik 20 Dusun Dati di Urimessing yang di dalamnya terdapat bangunan RSUD Haulussy dalam Press Realese menyampaikan, seharusnya Pemprov Maluku menjadikan pertimbangan hakim dalam Putusan nomor 656/1980/Perd.G/PN.Ab jo nomor 100/1982/PDT/PT.Mal jo nomor 2025.K/PDT/1983 tersebut sebagai pedoman, sehingga tidak gegabah membuat Akta Kesepakatan dihadapan Notaris Rostianty Nahumarury. SH,yang diduga bertujuan untuk menindaklanjuti Putusan Pengadilan nomor 38/Pdt.G/2009/PN.Ab jo nomor 18/PDT/2011/PT.Mal jo nomor 1385.K/PDT/2013 jo nomor 512.PK/PDT/2014 yang jelas-jelas hanya bersifat Deklaratoir atau non eksekusi.
Sementara itu, Rycko Weynerd Alfons juga menyampaikan, bahwa tindakan yang dilakukan Pemprov Maluku dengan melakukan pembayaran ganti rugi terhadap Buke Tisera ini akan berimplikasi pada penerbitan Sertipikat lahan RSUD Haulussy oleh pihak Pertanahan Kota Ambon.
“Tentu hal ini akan berimplikasi pada penerbitan Sertipikat Lahan RSUD Haulussy oleh Pertanahan Kota Ambon, karena dasar dari penerbitan Sertipikat Tanah bukan pada putusan pengadilan melainkan berdasarkan alas hak dari pemilik lahan yang sebenarnya,” ucap Rycko.
Dirinya juga memperingatkan pihak Pertanahan Kota Ambon agar tidak serta merta menerbitkan Sertipikat lahan RSUD kepada Pemprov Maluku. Jika itu dilakukan maka, pihaknya akan memproses hukum Pertanahan Kota Ambon.
“Pihak pertanahan kota ambon jangan coba-coba menerbitkan sertipikat lahan RSUD kepada Pemprov Maluku, karena dari mana Pemprov Maluku akan memperoleh alas hak sebagai dasar penerbitan Sertipikat.
Sementara Pihak Pertanahan Kota Ambon juga adalah pihak yang kalah dari Keluarga Alfons dalam perkara 20 potong dusun dati di negeri urimessing yang di dalamnya terdapat lahan RSUD Haulussy,” tegas Alfons.
Dirinya juga berharap agar pihak DPRD Provinsi Maluku sebagai lembaga legislativ yang mengawasi pemerintahan dan pemanfataan anggaran mesti jeli dan tidak diam menyikapi persoalan ini, karena sudah menyangkut kerugian keuangan negara.