Ambontoday.com
, JAKARTA – Sutradara Joko Anwar baru saja merilis film barunya,
Pengepungan di Bukit Duri
(Film The Siege at Thorn High) mulai ditayangkan di bioskop dari hari ini, Kamis (17/4).
Film yang dipersembahkan oleh sang pengarang cerita dan sutradara Joko Anwar, beserta produsernya Tia Hasibuan, berubah menjadi sebuah proyek kolaboratif antarnegara untuk perusahaan produksi bernama Come and See Pictures bekerja sama dengan Amazon MGM Studios.
Pertahanan di Bukit Duri adalah sebuah film bergenre drama-thriller yang menampilkan tensi tinggi, disajikan melalui skenario terjadi di Indonesia tahun 2027.
Dalam film tersebut, Joko Anwar berperan pula sebagai produser bersama Tia Hasibuan dan menangani pengeditan gambarnya, yang merupakan film kelima belas dalam karyanya.
Film “Pengepungan di Bukit Duri” karya Joko Anwar menggambarkan kondisi terkini Indonesia dengan sangat tepat melalui tema kekerasan serta pentingnya perbaikan sistem pendidikan nasional. Karyanya ini berfokus pada dampak buruk dari situasi sulit tersebut bagi masa depan para remaja Indonesia yang tertekan.
Disajikan dalam genre drama-thriller, Pengepungan di Bukit Duri menyuguhkan tensi kegembiraan yang konstan dari awal sampai akhir.
Secara berani, Pengepungan di Bukit Duri mencerminkan kondisi yang bisa jadi nyata pada tahun 2027 jika tak ada pihak yang peduli dan bertindak untuk perbaikan.
Tindakan kekerasan tersebut digambarkan melalui pertarungan berbahaya yang ada di lingkup sekolahan.
Melalui setting yang diciptakan oleh Dennis Susanto, dengan pengambilan gambar yang dikerjasamakan oleh Joko Anwar sebelumnya, yaitu Jaisal Tanjung, ditambah soundtrack karya Aghi Narottama, menghasilkan suasana dalam Pengepungan di Bukit Duri seperti suatu negeri yang terkelola secara buruk.
Penyerangan di Bukit Duri pun mencerminkan identitas kita sebagai sebuah bangsa dan sekaligus mengingatkan agar selalu introspeksi.
Mengubah Penjara di Bukit Duri menjadi sebuah film yang mengangkat masalah amat mendesak dan perlu disaksikan, supaya kita dapat melihat kenyataan dengan jernih dan kemudian memulai pemikiran serta pencerahan.
Pertempuran di Bukit Duri mendorong penonton untuk mempertanyakan kekerasan dan mendiskusikannya secara jujur.
“Film ini tidak membahas tentang masa lalu, melainkan tentang konsekuensi saat kita berpura-pura mengabaikannya. Terkadang, hal yang paling menyeramkan bukannya kekerasannya langsung, namun justru sistem yang mendukung pertumbuhan fenomena tersebut,” kata Joko Anwar.
“Film ini kami sajikan dengan standar produksi terbaik karena ceritanya pantas ditampilkan dengan kualitas penuh,” tambah Tia Hasiburan.
Serangan terhadap Bukit Duri menceritakan kisah Edwin (diperankan oleh Morgan Oey). Sebelum saudaranya itu wafat, Edwin bersumpah akan mencari putra saudaranya yang hilang.
Perjalanan pencarian Edwin mengantarkannya sebagai guru di SMA Duri, sebuah sekolah khusus bagi siswa-siswa yang memiliki masalah perilaku. Disitulah ia bertemu dan menangani para pelajar dengan tingkah laku paling keras sementara terus mencari keponakannya.
Saat ia secara akhirnya bertemu dengan saudara laki-lakinya, kekacauan meletus di seantero kota dan dirinya jatuh dalam masalah saat berada di sekolah, harus melawan para remaja ganas yang kini memburunya untuk dibunuh.
Morgan Oey yang memerankan karakter Edwin menginginkan agar para penonton dan masyarakat Indonesia menggunakan film “Pengepungan di Bukit Duri” sebagai alat bantu dalam proses penyembuhan.
Menurut dia, masalah-masalah mengenai kekerasan dan luka batin dari zaman dahulu bisa ditelaah secara lebih jelas.
“Film ‘Pengepungan di Bukit Duri’ tak hanya menggambarkan kondisi kurang sejahteranya profesor guru serta kekerasan pada kalangan remaja, tetapi juga menyoroti pengaruh diskriminasi yang terjadi dalam cerita ini, dimana karakter utama Edwin merasakan hal tersebut secara langsung. Sebelumnya, baik masyarakat maupun pemerintah belum menyadari sepenuhnya tentang akibat-akibat diskriminasi dan luka batin yang ditimbulkan,” ungkap Morgan Oey.
“Dengan memerankan karakter ini, saya merasa bahwa hal itu turut menjadi bagian dari proses penyembuhan. Topik-topik serta masalah-masalah dalam film ini amat berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari kita. Diskriminasi tak hanya berdasarkan ras, namun juga mencakup ketimpangan sosial yang masih marak terjadi. Mudah-mudahan melalui karya ini dapat membuka jalan bagi banyak forum dialog dan meningkatkan kesadaran saling menghargai antar sesama,” tambahnya.
Pembuatan film Serangan di Bukit Duri merupakan hasil kerjasama antara studion Hollywood seperti Amazon MGM Studios serta Come and See Pictures, ini menandai kali pertama sebuah perusahaan produksi lokal berkolaborasi dengan salah satu studio terkemuka dari Hollywood.
Pertunjukan di Bukit Duri diperankan oleh Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Pitrashata Malasan, Endy Arfian, Fatih Unru, Satine Zaneta, Dewa Dayana, Florian Rutters, Faris Fadjar Munggaran, dan Sandy Pradana.
Berikutnya terdapat nama-nama seperti Raihan Khan, Farandika, Millo Taslim, Sheila Kusnadi, Shindy Huang, Kiki Narendra, Lia Lukman, Emir Mahira, Bima Azriel, Natalius Chendana, serta Landung.
Simatupang.
Film Serangan di Bukit Duri akan ditampilkan di semua geraibioskop Indonesia sejak tanggal 17 April 2025.
(ded/jpnn)