OLEH : YOHANIS LARITMAS, SH.,MH.
(PEMUDA ADAUT)
Pemilihan Kepala Desa merupakan sebuah bentuk pelaksanaan kedaulatan di desa, dalam rangka memilih Kepala Desa yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Namun rupanya masyarakat desa Adaut sampai detik ini, tetap berpegang teguh pada pendapat bahwa Pemilihan Kepala Desa Adaut yang dilaksanakan tanggal 1 Maret 2021 kemarin, masih sangat jauh dari aspek jujur, adil dan bebas dari segala bentuk intervensi. Bahkan hingga aksi demo juga dilakukan, semata-mata untuk mencari keadilan, mulai dari para calon Kades, beserta simpatisan yang tidak puas dengan hasil perhitungan suara oleh Panitia Pemilihan Kades Adaut. Namun sebenarnya akar dari permasalahan ini terletak pada konsisten atau tidaknya Panitia Pemilihan dalam menentukan perhitungan suara yang terjadi di setiap TPS.
Berkaca pada kasus di desa Adaut, menurut Saya, untuk dapat melihat konsisten atau tidaknya Panitia dalam menentukan surat suara sah/tidak sah, dapat ditelusuri menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, yaitu dalam ketentuan Pasal 54 huruf e Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tentang Pemilihan Kepala Desa, yang berbunyi “Perhitungan ulang surat suara di TPS dilakukan apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat 1 (satu) atau lebih penyimpangan” : pada huruf e yang berbunyi “ terjadi ketidak konsisten dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah”. Berdasarkan ketentuan di atas sangat jelas bahwa jika terdapat ketidak konsistenan dalam menentukan surat sah dan tidak sah maka dapat di lakukan perhitungan suara ulang.
Berkaitan dengan itu, dalam ketentuan Pasal 45 Peraturan Bupati Kabupaten Maluku Tenggara Barat Nomor 05 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa. ayat dua (2) berbunyi “Sebelum pemungutan suara dilaksanakan, Panitia Pemilihan melakukan rapat pemungutan suara dengan kegiatan sebagai berikut: pada huruf g berbunyi “memberikan penjelasan kepada pemilih mengenai: (1) tujuan pemberian suara; (2) pemeriksaan surat suara oleh pemilih di bilik suara; (3) cara memberikan suara yang benar pada surat suara;(4) pemberian kesempatan penggantian surat suara bagi yang menerima surat suara rusak dan surat suara yang keliru dicoblos sebanyak 1 (satu) kali, pemeriksaannya di hadapan Ketua Panitia Pemilihan; (5) sah dan tidak sah suara pada surat suara; (6) pemberian tanda khusus/tinta pada jari-jari tangan pemilih setelah pemberian suara; (7) pemberian suara serta alasan-alasan yang menyebabkan surat suara tidak sah; 8) penjelasan di atas hanya dilakukan 1 (satu) kali”
Berdasarkan Pasal 45 ayat dua (2) PERBUP MTB NO 5 Tahun 2018, lantas munculah pertanyaan yang kemudian akan menjawab permasalahan yang terjadi yakni “apakah panitia sebelum melakukan rapat pemungutan surat suara, sudah lebih dulu memberikan penjelasan atau pemahaman tentang tata cara pencoblosan kepada pemilih ? Jika Ya, berarti Panitia tidak dapat disalahkan atas permasalahan yang terjadi, namun jika tidak dilakukan, maka panitia telah melanggar ketentuan Pasal 45 ayat 2 (dua) huruf a angka 5.
Pengaturan tentang sah dan tidak sah surat suara, diatur dalam ketentuan Pasal 40 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa yaitu Suara untuk pemilihan Kepala Desa dinyatakan sah apabila: a. surat suara ditandatangani oleh ketua panitia; dan b. tanda coblos hanya terdapat pada 1 (satu ) kotak segi empat yang memuat satu calon; atau c. tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama calon yang telah ditentukan; atau d. tanda coblos lebih dari satu , tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama calon; atau e. tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama calon. Turunan Pasal 40 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa diatur dalam Ketentuan Pasal 53 Peraturan Bupati Kabupaten Maluku Tenggara Barat Nomor : 05 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa yaitu : a. Surat suara sah jika ditandatangani oleh ketua Panitia Pemilihan Kepala Desa; b.Surat Suara sah apabila Tanda coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang memuat satu calon; c.Tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama calon yang telah ditentukan; d.Tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama calon; atau e.Tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama calon. Keberlanjutan dari ketidak konsisten dalam menentukan surat suara sah dan tidak sah ialah para saksi tidak mau menandatangani berita acara, jika demikian maka bertolak belakang dengan ketentuan Pasal 41 ayat lima (5) berbunyi “Panitia membuat berita acara hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota panitia serta dapat ditandatangani oleh saksi calon” pertanyaannya apakah bisa di tetapkan calon terpilih jika permasalahan pada TPS belum diselesaikan?
Sehingga masyarakat berpendapat bahwa jika demikian, maka sampai saat ini belum ada penetapan calon Kepala Desa terpilih. Karena pengaturan mengenai penetapan calon terpilih diatur dalam ketentuan Pasal 37 ayat 1 & 2 UU Desa berbunyi (1) “Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang memperoleh suara terbanyak” dan ayat (2) “Panitia pemilihan Kepala Desa menetapkan calon Kepala Desa terpilih”. Turunan Pasal ini di atur dalam PERDA MTB No 22 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Kepala Desa dalam Ketentuan Pasal 57 ayat satu (1) berbunyi “ calon yang memperoleh suara terbanyak dari jumlah suara sah di tetapkan sebagai calon terpilih” jika belum dilakukan penetapan calon terpilih maka calon yang merasa dirugikan terhadap hasil pemilihan Kepala Desa tidak bisa menyampaikan keberatannya kepada Bupati/walikota.
Untuk dapat menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala desa diatur dalam ketentuan Pasal 37 ayat 5 & 6 UU Desa berbunyi (5) “Bupati/Walikota mengesahkan calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi Kepala Desa paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari panitia pemilihan Kepala Desa dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota. (6) “Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5)” mengenai penyelesaian sengketa kepala desa di atur lebih lanjut dalam Pasal ayat 1, 2 dan 3 PERBUB NO 5 Tahun 2018 berbunyi “(1)Keberatan terhadap penetapan hasil Pemilihan hanya dapat diajukan oleh calon kepada Bupati secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilihan. (2)Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaharui terpilihnya calon. (3)Bupati memutuskan sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dengan memperhatikan masukan dari Panitia Pemilihan Kepala Desa dan pengawas Daerah. (4)Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mengikat”
Dengan demikian, menurut Saya, sengketa pemilihan Kepala Desa Adaut dapat diselesaikan dengan berpedoman pada PERBUP MTB No 5 Tahun 2018 Ttg Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa. Oleh karena itu, bagi para calon yang merasa dirugikan terhadap penetapan hasil pemilihan dapat mengajukan keberatan secara tertulis. Pada akhirnya, Saya berharap Bupati dalam memutus sengketa pemilihan Kepala Desa harus bijaksana dan berhati-hati sehingga tidak menimbulkan konflik sosial, apalagi keputusan Bupati bersifat final dan mengikat, maka Bupati dalam mengeluarkan keputusan harus berdasarkan asas keadilan dan tentunya mengutamakan kepentingan rakyat. (AT)