Ambon, Ambontoday,com – Kebenaran dapat dikuburkan, tetapi tidak dapat dimatikan. Pernyataan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawaty Soekarnoputri itu memang layak mendeskripsikan persidangan perkara dugaan penggelapan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kabupaten Maluku Barat DayaTahun 2009 danTahun 2009 yang menyeret mantan Manajer Tim Manajemen BOS Kabupaten MBD Hermanus Octovianus Lekipera ke kursi pesakitan.

Status hukum WakilKetua DPRD Kabupaten MBD 2014-2019 itu tahanan kota karena statusnya pejabat Negara sehingga keraguan untuk menghilangkan barang bukti atau melarikan diri itu tidak mungkin dilakukannya danLekipera dinilai selalu kooperatif memenuhi seluruh agenda persidangan yang ditentukan majelis hakim PengadilanTindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ambon.

DIDUGA DENDAM POLITIK
Ricky Agustyn, Seksi BOS Buku Tim Manajemen BOS Kabupaten MBD 2009-2010 yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendrik Sikteubun sebagai saksi memberatkan (a charge) mengemukakan selama Lekipera menjabat manajer BOS Kabupaten MBD dirinya tidak pernah mendengar adanya laporan dugaan penggelapan dana BOS Kabupaten MBD oleh masyarakat, termasuk LSM Berani yang dipimpin Chaly Lappuy dan Izack Kyairlay terhadap terdakwa. Bahkan hasil audit BPKP Provinsi Maluku dan Bawasda MBD tahun 2010 dan 2011 juga tidak ditemukan temuan penggelapan dana BOS MBD oleh tim manajemen BOS Kabupaten MBD.

’’Saya baru tahu ada laporan LSM tentang perkara ini pada tahun 2014 persisnya setelah pelaksanaan pemilihan anggota legislatif. Waktu saya diperiksa di Kecabjari Wonreli juga disebutkan karena ada laporan LSM, tapi saya tak tahu nama LSM tersebut. Terdakwa ini mundur sebagai PNS tahun 2011 juga tak ada komplain dari Pemkab MBD,’’ ungkap Agustyn menyahutpertanyaan Koordinator Kuasa Hukum Lekipera, RonySamloy saat persidangan perkara ini di Pengadilan Tipikor Ambon pada 28 September 2017.

Agystin mengungkapkan selama menjabat Manajer Dana BOS Kabupaten MBD, Terdakwa kekantor maupun pulang kerja selalu berjalan kaki karena tidak memiliki mobil pribadi atau sepeda motor pribadi.

’’Terdakwa tidak punya mobil sendiri atau kendaraan motor sendiri,’’ ucap dua saksi yang dihadirkan JPU, Dina Keriapy dan Absalom Unitly di kesempatan berbeda ketika persidangan kasus ini digelar di Pengadilan Tipikor Ambon.

Lekipera menandaskan jika dirinya tidak menjabat Wakil Ketua DPRD MBD mungkin kasus yang melilit dirinya tidak sampai digulirkan elite-elite MBD dan Pemprov Maluku ke pengadilan.

’’Banyak orang tahu kok kalau kasus saya ini merupakan kasus pesanan pejabat karena ada pengurus-pengurus internal NasDem MBD yang kini jadi anggota dewan di sana (MBD) dan di DPRD Maluku yang ingin melengserkan saya sebagai Wakil Ketua dewan, ada yang ingin membalas dendam kepada saya karena saya dituding sebagai orang dekat Simon Moshe Maahury yang pernah menjadi calon Bupati MBD 2010-2015 dan 2016-2021, ’’ tutur Lekipera di Ambon, pekan lalu.

TERKAIT TAMBANG EMAS ROMANG
Lekipera juga menengarai ada permainan terselubung dan tekanan dari penguasa Kabupaten MBD dan elite Kantor Gubernur Maluku di balik keluarnya izin pemeriksaan dirinya sebagai tersangka perkara dugaan penggelapan dana BOS Kabupaten MBD 2009-2010 dengan nilai kerugian yang direkayasa penyidikdan BPKP Provinsi Maluku senilai Rp 408 juta ketika ingin dimintai keterangan jaksa penyidik Kecabjari Maluku Tenggara di Wonreli.

’’Karena saya berada di belakang dan selalu di depan masyarakat yang menuntut keadilan, transparan sidan pemerataan dalam pembagian hasil eksplorasi tambang emas di Pulau Romang oleh PT Gemala Borneo Utama, makanya saya dibenci elite-elite di Pemkab MBD dan Pemprov Maluku. Saya juga tidak tahu apakah sikap saya ini juga terkait dengan hilangnya fee yang diperoleh elite-elite tertentu terkait eksplorasi tambang emas di Romang selama ini. Masyarakat di Romang tahu semuasandiwara ini,’’ kecamnya. (AT-002)

Print Friendly, PDF & Email