Ambon, Ambontoday.com- Tepat satu tahun kerja pemerintahan Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) periode 2021-2024 dibawah kepemimpinan Bupati, Benyamin Thomas Noach dan Wakil Bupati, Agustinus Kilikily menuai kritikan.
Kritikan tersebut tak lain merupakan penilaian atas penjabaran visi-misi Bupati dan wakil bupati yakni , terwujudnya MBD yang sejahtera, mandiri, berdaya saing, berbasis sumber daya dan kearifan lokal, serta berdaulat atas pulau dan gugusan kepulauan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia Berbhineka Tunggal Ika yang kini terkesan belum terealisasi.
Salah satu tokoh pemekaran kabupaten MBD, Bastian Petrus , Selasa (26/4) mengungkapkan, pemerintahan saat ini memiliki range waktu yang cukup singkat. Dimana masa kerja Bupati dan wakil bupati hanya berlangsung tiga tahun.
Karena itu katanya, rentang waktu yang singkat ini perlu dimanfaatkan sebaik mungkin terkhususnya dalam merealisasikan visi-misi serta janji kampanye.
Bupati MBD , ungkapnya, sudah memasuki periode kedua pelaksanaan tugas. Sehingga dirinya tentu lebih memahami berbagai kendala dan kebutuhan masyarakat, serta dapat memilah program mana yang menjadi prioritas pembangunan di kabupaten bertajuk Kalwedo ini.
“Faktanya saat ini, banyak program pemerintah yang belum terselesaikan. Pemerintahan periode ini hanya akan berlangsung tiga tahun sesuai dengan regulasi,
Kalau sekiranya seluruh program yang sudah ditetapkan tidak diselesaikan , otomatis semua kegiatan ini tidak akan jalan. Karena tahun ini kita sudah masuk pada tahapan pemilu, sehingga fokus pemerintahan akan terbagi dengan penyelenggaran pemilu maupun pileg hingga pilpres di tahun 2024,” ungkapnya.
Ditambah lagi dengan pandemi Covid-19 yang melanda negara kita selama dua tahun terakhir, yang begitu berdampak pada lemahnya perekonomian masyarakat. Karena itu dirinya meminta pimpinan daerah untuk lebih fokus, dalam memulihkan perekenomian rakyat sesuai dengan visi-misi Bupati dan Wakil Bupati.
“Daya beli masyarakat saat ini sangatlah menurun, Banyak UMKM yang saat ini mengeluh atas pendapatan mereka. Bahkan banyak pedagang terpaksa gulung tikar, karena tidak mampu mengolah perekonomian yang tidak seimbang pemasukan serta pengeluarannya. Persoalan inilah yang harus disikapi serius oleh pemerintah daerah, dibawah kepemimpinan Benyamin Nocah, agar tidak terkesan masyarakat berjalan sendiri, cari makna sendiri dan Pemda jalan sendiri,” tegasnya.
Begitu juga dengan keterbatasan lapangan kerja, lanjutnya, dimana jumlah angkatan kerja semakin bertambah namun lowongan pekerjaan tidak tersedia. Jika Pemda tidak mengambil langkah, maka masyarakat tak dapat lagi berharap banyak.
Kondisi saat ini, katanya, sangat bertolak belakang dengan tema perjuangan pemekaran yakni, hadirkan langit dan bumi yang baru di bumi selatan daya. Lahirnya kabupaten MBD, sangat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, namun faktanya masyarakat saat ini justru menjerit atas kondisi yang kian mencekam.
“Pemda memiliki kesempatan untuk memulihkan keadaan yang ada, dengan mengaktifkan Badan Usaha Milik Daerah. Melalui BUMD, tentu tercipta lowongan kerja yang baru serta pemulihan ekonomi rakyat. Peluang ini haruslah segera direalisasikan oleh Pemda, kalau tidak dilaksanakan tahun ini .Maka kita tidak dapat berharap banyak karena kita akan berhadapan dengan tahun politik,” tandasnya.
Sementara itu, pada kesempatan yang berbeda, Anggota DPRD MBD, Yesri Lolopaly menegaskan, dalam melakukan fungsi pengawasan, mendorong pemda untuk melihat berbagai persoalan yang bersifat urgent yang menjadi penghalang dalam pembangunan daerah.
“Ada persoalan penting yang saat ini belum terselesaikan, yakni pembebasan lahan ibu kota kabupaten MBD yang kita kenal dengan Tiakur. Dimana 350 hektar lahan yang diperuntukan sebagai lokasi ibu kota baru kabupaten MBD sejak dialihkan dari pulau Kisar, belum mendapat legalitas sertifikasi lahan sebagai milik Pemda,” tegasnya.
Persoalan lahan ini, katanya, bukanlah hal baru bagi pemimpin daerah. Persoalan haruslah menjadi prioritas utama sebelum menjalankan pemerintahan, karena tidak mungkin pembangunan di ibu kota kabupaten dapat berjalan dengan baik. Jika lahan yang telah diamanatkan melalui undang-undang justru belum tertangungjawab administrasi kepada pemilik lahan.
Sebagai amanat konstitusi dalam UU nomor 31 tahun 2008, dalam pembentukan kabupaten MBD di Provinsi Maluku. Maka secara legitimasi hukum daerah MBD sah, namun letak ibu kota kabupaten, status lahannya belum jelas.
“Tiakur merupakan salah satu wilayah yang menjadi tolak ukur kehidupan di MBD, karena didiami atau ditempati oleh seluruh pejabat darah yang terus menerus merancang pembangunan daerah. Namun suruh program kegiatan rancangan Pemda, dirancang diatas tanah sengketa. Maka saya mengkhawatirkan, jangan sampai seluruh program kegiatan, semuanya berujung sengketa,” tegasnya.
Untuk itu ,sebagai wakil rakyat, lanjutnya, perlu terus mengingatkan pihak eksekutif agar dapat menyelesaikan persoalan tersebut. Jangan sampai masyarakat MBD me jadi tidak jelas kedudukannya.
Politisi asal partai demokrat ini meminta, Bupati sebagai mediator tunggal. Untuk melihat berbagai persoalan lahan ya g hingga saat ini belum terselesaikan, seperti lahan PSDKU UNPATTI, TPU, Dermaga Ferry dan lahan pembangunan PPI.
“Sesungguhnya pemerintah hadir ,untuk menjadi pelindung bagi masyarakat. Namun yang terlihat saat ini, keberadaan pemerintah semakin jauh dari rakyat. Inilah yang kita sesali, atas kondisi yang terus menerus menghantui kabupaten MBD,” pintanya.
Maka melalui momentum satu tahun pengabdian ini, ucapnya, persoalan ini dapat menggugah kembali Bupati dan Wakil Bupati untuk melihat hal ulayat rakyat yang digunakan untuk pembangunan daerah ini. “Jangan sampai Tuhan dan leluhur marah, karena hak rakyat diabaikan,” tegasnya. (AT-009)